Sabtu 04 Nov 2023 12:39 WIB

Kantor Berita Prancis AFP Terkena Serangan Udara Israel

Tak ada korban luka maupun jiwa akibat serangan tersebut.

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Nidia Zuraya
Warga Palestina memeriksa kerusakan bangunan yang hancur akibat serangan udara Israel di Gaza. ilustrasi
Foto: AP Photo/Abdul Qader Sabbah
Warga Palestina memeriksa kerusakan bangunan yang hancur akibat serangan udara Israel di Gaza. ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, GAZA – Kantor Institut Prancis dan Agence France-Presse (AFP) di Jalur Gaza terkena serangan udara Israel. Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) Prancis, dalam keterangannya pada Jumat (3/11/2023) mengungkapkan, tak ada korban luka maupun jiwa akibat serangan tersebut.

Kemenlu Prancis mengatakan, mereka telah meminta penjelasan Israel tentang alasan di balik serangan ke kantor Institut Prancis dan AFP di Gaza. Paris mendesak Tel Aviv menyediakan penjelasan yang dimintanya tanpa penundaan. Dalam pernyataan terpisah, Kemenlu Prancis juga menyampaikan keprihatinannya yang besar atas terus meningkatnya angka korban sipil di Gaza.

Baca Juga

Sementara itu AFP mengutuk serangan terhadap kantornya di Gaza. “AFP mengutuk keras serangan terhadap kantornya di Kota Gaza,” kata AFP lewat akun X resminya, dikutip laman kantor berita Palestina, WAFA.

AFP mengungkapkan, kantornya menjadi sasaran penembakan tentara Israel dan rusak parah akibat serangan pada Kamis (2/11/2023). Terdapat delapan staf AFP di kantor tersebut. Namun ketika serangan terjadi, kedelapan staf AFP tersebut telah terlebih dulu dievakuasi ke wilayah selatan Jalur Gaza.

Pada Kamis lalu, seorang jurnalis Palestina yang bekerja untuk Palestine TV, Mohammad Abu Hatab, terbunuh dalam serangan udara Israel ke Khan Younis di selatan Jalur Gaza. Sebanyak 11 anggota keluarga Abu Hatab, termasuk istri dan putranya, turut meninggal bersamanya akibat serangan tersebut.

Menurut WAFA, sejauh ini jumlah jurnalis yang terbunuh sejak dimulainya serangan Israel ke Gaza pada 7 Oktober 2023 lalu telah mencapai 28 orang. Menyusul banyaknya kematian jurnalis dalam pertempuran antara Hamas dan Israel, kelompok Reporters Without Borders (RSF) telah mengajukan pengaduan kejahatan perang kepada Mahkamah Pidana Internasional (ICC).

“Para wartawan ini adalah korban serangan yang berjumlah – paling tidak – untuk kejahatan perang yang membenarkan penyelidikan oleh jaksa penuntut ICC,” kata RSF dalam sebuah pernyataan, Rabu (1/11/2023), dikutip laman Anadolu Agency.

Berkas yang diajukan RSF ke ICC merinci kasus sembilan jurnalis yang terbunuh sejak Israel melancarkan serangan udara ke Gaza pada 7 Oktober 2023 lalu. Dalam laporannya, RSF turut menyisipkan pemaparan tentang aksi perusakan yang disengaja, baik secara total maupun parsial, terhadap lebih dari 50 outlet media di Gaza.

Menurut RSF, sebanyak 34 jurnalis telah terbunuh sejak dimulainya pertempuran antara Hamas dan Israel pada 7 Oktober 2023 lalu. Sebanyak 12 jurnalis di antaranya tewas ketika sedang melaksanakan tugas. Dari ke-12 jurnalis tersebut, 10 berada di Gaza, kemudian dua lainnya bertempat di Israel dan Lebanon.

“Skala, keseriusan, dan sifat berulang dari kejahatan internasional yang menargetkan jurnalis, khususnya di Gaza, menyerukan penyelidikan prioritas oleh jaksa ICC. Kami telah menyerukan ini sejak 2018. Peristiwa tragis saat ini menunjukkan urgensi ekstrem dari perlunya tindakan ICC," ujar Sekretaris Jenderal RSF Christophe Deloire.

Sebelum pengaduan terbaru, RSF telah dua kali melayangkan laporan kepada jaksa ICC tentang kejahatan perang terhadap jurnalis Palestina di Gaza. Pengaduan pertama dilakukan pada Mei 2018. Kala itu terdapat beberapa jurnalis yang tewas dan terluka ketika meliput aksi “Great March of Return” di Gaza.

Pengaduan kedua dilakukan pada Mei 2021. Ketika itu serangan udara Israel menghantam lebih dari 20 kantor media di Jalur Gaza. RSF juga mendukung pengaduan oleh media Aljazirah terkait penembakan hingga tewas yang dialami jurnalisnya Shireen Abu Akleh.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement