REPUBLIKA.CO.ID, NEW DELHI -- Serikat pekerja di India telah meminta pemerintah untuk membatalkan perjanjian dengan Israel yang akan mengizinkan puluhan ribu pekerja India untuk menggantikan pekerja konstruksi Palestina. Izin kerja para pekerja konstruksi Palestina ini telah dicabut sejak perang Israel di Gaza dimulai pada 7 Oktober lalu.
Pernyataan tersebut dirilis atas nama Pusat Serikat Buruh India (CITU), Kongres Serikat Buruh Seluruh India (AITUC), Kongres Serikat Buruh Nasional India (INTUC), dan Hind Mazdoor Sabha (HMS) yang berafiliasi dengan partai yang berkuasa di India saat ini, Partai Barathiya Janata (BJP).
Organisasi serikat buruh nasional menyerukan gerakan serikat buruh di India untuk menunjukkan solidaritasnya terhadap pekerja Palestina dengan menolak menggantikan mereka. “Tidak ada yang lebih tidak bermoral dan membawa bencana bagi India selain 'ekspor' pekerja ke Israel,” kata organisasi serikat buruh India dalam surat terbuka yang dirilis pada 9 November seperti dikutip Middle East Eye, Jumat (10/11/2023).
“Bahwa India bahkan mempertimbangkan untuk 'mengekspor' pekerja menunjukkan cara India melakukan dehumanisasi dan menjadikan pekerja India sebagai komoditas ekonomi," ujar organisasi tersebut menambahkan.
Aliansi serikat buruh India menilai bahwa langkah pemerintah India mengirimkan tenaga kerja ke Israel sama dengan India ikut terlibat dalam perang genosida Israel yang sedang berlangsung terhadap warga Palestina. Kebijakan ini, sambungnya, akan berdampak buruk bagi pekerja India di berbagai negara.
Pernyataan aliansi serikat pekerja India ini disampaikan setelah Israel mencabut izin kerja pekerja Palestina setelah serangan 7 Oktober dan adanya permintaan tenaga kerja di sektor konstruksi Israel kepada pemerintah India.
Israel membutuhkan hingga 100.000 pekerja dari India untuk menggantikan 90.000 pekerja Palestina yang kehilangan izin kerja, menurut laporan Voice of America. Meskipun kesepakatan tersebut belum dilaksanakan, hal ini hanyalah salah satu contoh penguatan hubungan antara Israel dan India.