Kamis 30 Nov 2023 12:53 WIB

Henry Kissinger dan Kontroversi Hadiah Nobel Perdamaian Tahun 1973

Hadiah Nobel Perdamaian tahun 1973 diberikan saat Perang Vietnam masih berlangsung.

Rep: Rizky Jaramaya/ Red: Nidia Zuraya
Mantan Menteri Luar Negeri Amerika Serikat, Henry Kissinger
Mantan Menteri Luar Negeri Amerika Serikat, Henry Kissinger

REPUBLIKA.CO.ID, Diplomat terkemuka Amerika Serikat (AS) yang juga pernah menjabat sebagai menteri luar negeri pada masa kepemimpinan Presiden Richard Nixon dan Gerald Ford, Henry Kissinger, meninggal dunia pada Rabu (29/11/2023). Atas perannya di kancah global Kissinger diganjar Hadiah Nobel Perdamaian pada 1973. 

Baca Juga

Penghargaan Nobel Perdamaian Tahun 1973 yang diberikan kepada Kissinger dan diplomat Vietnam Utara, Le Duc Tho menjadi yang paling diperdebatkan dalam sejarah penghargaan tersebut. Hadiah Nobel Perdamaian ini diberikan dengan kesadaran penuh bahwa Perang Vietnam sepertinya tidak akan berakhir.

Nominasi Hadiah Perdamaian masih dirahasiakan selama 50 tahun. Pada tanggal 1 Januari, dokumen tentang hadiah yang diberikan kepada Kissinger dan kepala perunding Hanoi, Le Duc Tho dibuka.

Keputusan pemberian Hadiah Nobel itu mengejutkan banyak orang karena Kissinger, yang saat itu menjadi penasihat keamanan nasional AS dan menteri luar negeri AS di bawah Presiden Richard Nixon, memainkan peran utama dalam strategi militer AS pada tahap akhir konflik Vietnam 1955-1975.

“Saya bahkan lebih terkejut dibandingkan saat itu ketika komite mengambil keputusan yang buruk,” kata Stein Toennesson, profesor di Institut Penelitian Perdamaian Oslo yang meninjau dokumen tersebut.

Kissinger dan Le Duc Tho mencapai Perjanjian Damai Paris pada Januari 1973. Perjanjian tersebut menyatakan bahwa Washington menyelesaikan penarikan pasukan militernya dari Vietnam Selatan, setelah sebagian besar mengakhiri serangan dan menghindari pertempuran melawan Komunis Utara dalam menghadapi memburuknya moral pasukan dan protes anti-perang besar-besaran di Amerika.

Namun gencatan senjata yang ditetapkan dalam perjanjian tersebut diabaikan oleh Vietnam Utara dan Vietnam Selatan. Mereka menolak menandatangani perjanjian tersebut dengan alasan pengkhianatan, karena pasukan Hanoi tidak diharuskan untuk mundur dari Selatan.

Perang terus berlanjut dan kekuatan Korea Utara bergerak maju dengan cepat di Selatan, yang dibiarkan berperang tanpa dukungan penting dari AS dan dilemahkan oleh korupsi dan kekacauan tingkat tinggi di negara tersebut. Pertempuran baru berakhir pada 30 April 1975 setelah pasukan Vietnam Utara merebut ibu kota Vietnam Selatan, Saigon. Hal ini memicu evakuasi warga Amerika dan sekutu lokal yang tersisa dengan helikopter dari atap Kedutaan Besar AS yang kacau dan memalukan.

Le Duc Tho menolak Hadiah Perdamaian dengan alasan perdamaian belum terjalin. Dua dari lima anggota Komite Nobel Norwegia mengundurkan diri sebagai bentuk protes.

Sementara Kissinger tidak melakukan perjalanan ke Norwegia untuk menghadiri upacara pemberian Hadiah Nobel tersebut. Dia kemudian mencoba mengembalikan Hadiah Nobel itu, tapi ditolak.

Le Duc Tho meninggal dalam usia 78 tahun pada 1990. Dia adalah seorang jenderal, diplomat dan anggota Politbiro yang berkuasa di Vietnam Utara. Dia mengawasi pemberontakan Viet Cong di wilayah selatan melawan pemerintah Saigon pada akhir 1950-an dan serangan menentukan di Korea Utara pada 1974-1975 yang menghasilkan unifikasi di bawah kekuasaan Hanoi.

Hingga akhir hayatnya Kissinger masih menjadi komentator terkemuka mengenai kebijakan luar negeri dan resolusi konflik, termasuk perang Ukraina. Dia tidak menanggapi permintaan komentar mengenai dirilisnya file Nobel Perdamaian pada 1973 yang kontroversial itu.

Dokumen tersebut mengungkapkan bahwa Kissinger dan Led Duc Tho dicalonkan oleh anggota komite Nobel, yaitu seorang akademisi Norwegia John Sanness pada 29 Januari 1973, atau dua hari setelah penandatanganan perjanjian Paris. Ribuan orang dapat mencalonkan kandidat penerima penghargaan, termasuk profesor tertentu, mantan peraih Nobel, dan kepala negara.

“Alasan saya adalah pilihan ini akan menggarisbawahi hal positif bahwa perundingan telah menghasilkan kesepakatan yang akan mengakhiri konflik bersenjata antara Vietnam Utara dan Amerika Serikat,” kata Sanness dalam surat yang diketiknya dalam bahasa Norwegia.

"Saya sadar bahwa hanya dalam waktu dekat akan menjadi jelas (apa) signifikansi perjanjian ini dalam praktiknya," ujar Sanness yang meninggal dunia pada 1984.

Surat pencalonan dan laporan yang disiapkan mengenai Kissinger dan Le Duc Tho untuk pertimbangan komite menunjukkan, pihaknya sepenuhnya menyadari bahwa perjanjian tersebut tidak mungkin dilaksanakan. Toennesson mengatakan, penghargaan itu diberikan kepada Kissinger karena berhasil mengeluarkan AS dari Vietnam tanpa solusi damai apa pun di Vietnam Selatan.

Sementara Le Duc Tho dinominasikan karena panel merasa tidak bisa hanya memberikannya kepada Kissinger. "Dia (Kissinger) membutuhkan pasangan dan mereka kemudian menambahkan Le Duc Tho, yang hanya sedikit mereka ketahui. Laporan mengenai (dia) cukup lemah," ujar Toennesson.

Di antara dokumen yang dirilis adalah telegram asli yang dikirim Le Duc Tho dari Hanoi. Le Duc Tho mengatakan, dia tidak pantas untuk menerima Hadiah Perdamaian itu.

“Ketika perjanjian Paris mengenai Vietnam dihormati, senjata dibungkam dan perdamaian benar-benar dipulihkan di Vietnam Selatan, saya akan mempertimbangkan untuk menerima hadiah ini," ujar Le Duc Tho dalam sebuah telegram.

Intervensi militer AS di Vietnam pada awal 1960-an dianggap sebagai langkah untuk membendung penyebaran Komunisme. Pada akhirnya, perjanjian Paris memastikan keluarnya AS dari perang yang banyak dicerca di dalam negeri, tapi tidak membungkam senjata atau membawa perdamaian yang dinegosiasikan di Vietnam.

Pada 1 Mei 1975, sehari setelah jatuhnya Saigon yang mengakhiri perang, Kissinger mencoba mengembalikan hadiah tersebut kepada komite Nobel. Kissinger mengatakan, perdamaian yang dicari melalui negosiasi telah dibatalkan dengan paksaan. Panitia menolak untuk mengambil kembali penghargaan tersebut.

sumber : Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement