REPUBLIKA.CO.ID, YERUSALEM -- Polisi Israel mengizinkan aktivis sayap kanan Yahudi untuk berunjuk rasa di Masjid Al Aqsa di Yerusalem pada Kamis (7/12/2023) malam, untuk menuntut diakhirinya pengelolaan situs suci itu di bawah badan Wakaf. Para aktivis menyerukan untuk mengembalikan kendali penuh Temple Mount atau kompleks Masjid Al Aqsa kepada Yahudi.
Para aktivis sayap kanan akan melawan kendali Wakaf yang secara tradisional menyatakan penolakan keras terhadap ekspresi keagamaan Yahudi di tempat suci itu. Aksi protes yang dibatasi hanya 200 peserta ini rencananya akan mengikuti jalur Parade Bendera melalui Gerbang Damaskus dan Muslim Quarter.
Situs suci ini merupakan rumah bagi Kubah Batu dan Masjid Al-Aqsa, serta lokasi kuil-kuil Yahudi pada zaman dahulu. Unjuk rasa tersebut akan bertepatan dengan malam pertama Hanukkah, atau disebut sebagai Pawai Maccabi, yang mengacu pada pemberontakan Hasmonean melawan Seleukia dan elit Yahudi Helenisasi di Yudea kuno, yang berpuncak pada penahbisan kembali Bait Suci.
“Kami tidak akan memenangkan perang ini hanya di Gaza,” ujar Beyadenu, salah satu dari sembilan kelompok yang mengorganisir aksi tersebut, dilansir Haaretz.
Selama “Flag March” musim panas ini, para peserta bentrok dengan warga Arab dan menyerang jurnalis, termasuk reporter Haaretz Deiaa Haj Yahia, yang kepalanya dipukul dengan batu. Menurut penyelenggara unjuk rasa pada Kamis, para pengunjuk rasa akan melewati Gerbang Damaskus menuju Kawasan Muslim di Kota Tua Yerusalem dalam perjalanan menuju Bukit Bait Suci. Seorang juru bicara polisi mengatakan kepada Haaretz, para aktivis memutarbalikkan rute pawai yang disetujui oleh polisi.
Juru bicara polisi itu mengatakan, pawai tersebut akan dibatasi hanya pada 200 peserta dan tidak akan melewati area Temple Mount sama sekali, tidak akan berada di dekatnya, dan tidak akan mencapai gerbangnya. Juru bicara tersebut menambahkan, ibadah umat Muslim akan tetap berjalan seperti biasa selama perayaan Hanukkah.
Polisi akan meningkatkan keamanan selama pawai berlangsung. "Setiap upaya yang melanggar ketertiban umum akan ditindak tegas," kata juru bicara polisi itu.
Pembatasan keras Israel terhadap ibadah Yahudi di Temple Mount telah dilonggarkan secara signifikan dalam beberapa tahun terakhir. Jajak pendapat menunjukkan bahwa setengah dari warga Yahudi Israel mendukung diperbolehkannya ibadah di tempat suci itu. Warga Palestina telah lama mengeluhkan bahwa jamaah Yahudi kerap menyerbu situs tersebut.
Pada 2021, Hamas melancarkan serangan roket ke Israel setelah pemerintah menolak untuk mematuhi ultimatumnya untuk menarik pasukannya dari lingkungan Sheikh Jarrah dan Temple Mount di Yerusalem Timur. Hal ini menyebabkan Israel membatalkan rencana pawai bendera Hari Yerusalem dan memicu Operasi Penjaga dari Tembok.
Baru-baru ini, pemimpin Hamas, Ismail Haniyeh, mengatakan, operasi Badai Al Aqsa yang dimulai pada 7 Oktober di Israel selatan, merupakan peringatan atas kehadiran orang-orang Yahudi di Masjid Al Aqsa. Haniyeh mengatakan, pihak berwenang Israel membiarkan para pemukim menabur kekacauan di Masjid suci Al Aqsa
“Kami telah memperingatkan mereka, dan kami telah memperingatkan seluruh dunia, bahwa meskipun menghadapi apa yang terjadi di Al Quds dan Masjid Al Aqsa, seluruh dunia tetap diam, tapi kami tidak akan diam,” kata Haniyeh, dilaporkan Middle East Monitor.
Sebuah jajak pendapat baru-baru ini terhadap warga Palestina di Gaza dan Tepi Barat yang dilakukan oleh kelompok Penelitian dan Pengembangan Dunia Arab (AWRAD) menemukan bahwa hampir 60 persen responden sangat mendukung operasi militer yang dilakukan oleh perlawanan Palestina yang dipimpin oleh Hamas pada 7 Oktober. Sebanyak 35 persen responden mengindikasikan bahwa alasan utama penyerangan tersebut adalah untuk menghentikan pelanggaran terhadap Al Aqsa.