Rabu 13 Mar 2024 08:01 WIB

Gedung Putih Tegaskan tak Dukung Serangan Rafah tanpa Perencanaan

Serangan yang berlangsung lebih dari lima bulan menyebabkan krisis kemanusiaan,

Rep: Lintar Satria/ Red: Setyanavidita livicansera
Warga Palestina di Rafah, Gaza kesulitan mendapatkan makanan segar, tidak terkecuali saat memasuki bulan Ramadan.
Foto: Tangkapan Layar/VOA
Warga Palestina di Rafah, Gaza kesulitan mendapatkan makanan segar, tidak terkecuali saat memasuki bulan Ramadan.

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Penasihat Keamanan Nasional Gedung Putih, Jake Sullivan, mengatakan Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden tidak mendukung invasi Israel ke Rafah tanpa perencanaan untuk melindungi lebih dari satu juta pengungsi Palestina yang sedang berlindung di kota paling selatan Jalur Gaza itu.

"Biden yakin jalan menuju perdamaian dan stabilitas di kawasan, tidak terletak pada menghancurkan Rafah, yang berpenduduk 1,3 juta orang, tanpa adanya rencana yang kredibel untuk menangani populasi di sana,” kata Sullivan seperti dikutip Aljazirah, Selasa (12/3/2024).

Baca Juga

Sullivan menambahkan Gedung Putih belum melihat rencana kredibel tersebut. Pejabat AS kerap melontarkan gagasan Israel tidak boleh menginvasi Rafah tanpa perencanaan. Tapi, mereka tidak menawarkan konsekuensi konkrit bila Israel tetap menggelar serangan yang dijanjikan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu.

Sementara itu, pasukan Israel dilaporkan menyerang warga Palestina yang sedang menunggu truk-truk bantuan di Bundaran Kuwait di sebelah selatan Kota Gaza. Kantor berita Palestina, Wafa melaporkan serangan itu menewaskan tujuh orang.

Terpisah, Militer Israel mengatakan mereka memeriksa apakah mereka membunuh wakil pemimpin militer Hamas dalam sebuah serangan udara di Gaza. Serangan ini digelar ketika prospek gencatan senjata yang bertepatan dengan bulan suci Ramadhan memudar.

Jika kematiannya dikonfirmasi, Marwan Issa akan menjadi pejabat tertinggi Hamas yang tewas dibunuh Israel perang yang meluluhlantakkan kantong pemukiman yang terkepung dan menewaskan lebih dari 31 ribu orang Palestina, sebagian besar perempuan dan anak-anak.

Serangan Israel yang sudah berlangsung lebih dari lima bulan menyebabkan krisis kemanusiaan. Anak-anak Palestina mati kelaparan karena kekurangan gizi dan dehidrasi akibat pembatasan pengiriman bantuan yang diberlakukan Israel di Gaza.

Menurut laporan yang dirilis Save the Children, serangan Israel dan blokade selama satu setengah dekade menyebabkan kerusakan mental yang tak henti-hentinya pada anak-anak di Gaza.

Kapal amal Open Arms berlayar menuju Gaza dari Siprus, membawa hampir 200 ton makanan. Misi ini, bagian dari proyek percontohan yang mencoba membuka rute laut untuk menyalurkan bantuan kepada penduduk Gaza yang kelaparan, diselenggarakan badan amal Amerika Serikat, World Central Kitchen (WCK), dan didanai Uni Emirat Arab (UEA).

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement