REPUBLIKA.CO.ID, PORT-AU-PRINCE -- Kelompok kriminal bersenjata meluncurkan serangan-serangan baru dengan senjata berat ke pinggir Port-au-Prince. Suara tembakan bergema di seluruh pemukiman tenang dekat ibukota Haiti itu.
Kantor berita Associated Press melaporkan pada Rabu (20/3/2024) terlihat lima jenazah di dalam dan sekitar pinggir ibukota itu. Kelompok-kelompok kriminal memblokir pintu masuk beberapa wilayah. Masyarakat di komunitas yang diserang menelepon stasiun radio meminta bantuan dari pasukan kepolisian nasional Haiti yang masih kekurangan staf dan kalah bersaing dengan kelompok-kelompok kriminal.
Salah satu komunitas yang diserang pada Rabu dini hari adalah Pétion-Ville, Meyotte, Diègue dan Métivier. Serangan itu terjadi dua hari setelah kelompok kriminal mengamuk di lingkungan kelas atas Laboule dan Thomassin di Pétion-Ville, yang menewaskan sedikitnya selusin orang.
Kekerasan tersebut memaksa bank-bank, sekolah-sekolah dan bisnis di seluruh Pétion-Ville ditutup hingga saat ini untuk menghindari serangan yang dilakukan kelompok-kelompok tersebut pada 29 Februari itu. Orang-orang bersenjata membakar kantor polisi, memaksa bandara internasional utama Haiti ditutup dan menyerbu dua penjara terbesar di negara itu serta membebaskan lebih dari 4.000 narapidana.
Kekerasan-kekerasan tersebut menewaskan puluhan orang dan sekitar 17 ribu lainnya kehilangan tempat tinggal. Sementara itu, warga Haiti menantikan kemungkinan adanya kepemimpinan baru saat para pejabat Karibia bergegas membantu membentuk dewan kepresidenan transisi yang akan bertanggung jawab untuk menunjuk perdana menteri sementara dan dewan menteri.
Perdana Menteri Ariel Henry, yang terkunci di luar Haiti saat bandara ditutup, mengatakan ia akan mengundurkan diri begitu dewan tersebut terbentuk.