REPUBLIKA.CO.ID, GAZA -- Kementerian Kesehatan Palestina mengatakan dua belas orang tenggelam saat mencoba mengambil bantuan yang dijatuhkan dari pesawat di pesisir Gaza. Pengumuman ini disampaikan saat kelaparan dikhawatirkan semakin dekat ketika serangan Israel ke Gaza sudah memasuki bulan ke enam.
Video yang diterima kantor berita Reuters menunjukkan, sekelompok orang berlari ke arah pantai di Beit Lahia, utara Gaza ketika peti-peti berparasut turun. Kemudian orang-orang itu masuk ke dalam air dan jenazah-jenazah ditarik ke atas pasir.
Ini insiden terbaru dari serangkaian peristiwa pengiriman bantuan mematikan ke Gaza. Di mana sejumlah orang mencari rumput untuk dimakan dan membuat roti yang hampir tidak bisa dimakan dari pakan ternak.
Dalam video itu terlihat tubuh seorang pria berjenggot yang tampaknya sudah tak bernyawa ditarik pantai. Matanya terbuka tapi tidak bergerak sementara pria lain berusaha menyelamatkannya dengan menekan dadanya. "Sudah berakhir," kata seseorang yang terdengar di video tersebut.
"Ia berenang untuk mendapatkan makanan untuk anak-anaknya dan ia syahid," kata seorang pria di pantai tersebut yang tidak menyebutkan namanya.
"Mereka seharusnya mengirimkan bantuan melalui penyeberangan (darat). Mengapa mereka melakukan ini pada kami," tambahnya. Lembaga-lembaga kemanusiaan mengatakan, hanya seperlima dari seluruh bantuan yang dibutuhkan yang dapat masuk ke Gaza karena serangan darat dan udara Israel.
Warga Palestina terpaksa mencari makan, dan kelaparan semakin dekat di kantong pemukiman tersebut. Mohammed Shehadeh mengatakan ia mempertaruhkan nyawanya untuk mendapatkan tumbuhan liar yang dikenal khobiza atau di Indonesia dikenal panirak besar (malva sylvestris).
Warga Gaza mengatakan, pengiriman bantuan melalui udara atau laut tidak dapat menggantikan pasokan yang datang melalui darat melalui Israel atau Mesir. Secarik kertas yang diambil dari bantuan yang dijatuhkan dari udara Senin kemarin bertuliskan dalam bahasa Arab di atas bendera Amerika yang mengatakan bantuan itu berasal dari Amerika Serikat.
Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres mendesak Israel untuk memberikan komitmen kuat membuka akses bantuan tanpa batas ke Jalur Gaza. Ia menggambarkan
Israel mengatakan, mereka tidak membatasi jumlah bantuan kemanusiaan yang masuk ke Gaza dan menyalahkan masalah-masalah yang dihadapi warga sipil di kantong pemukiman tersebut kepada badan-badan PBB yang menurutnya tidak efisien. Distribusi bantuan di dalam Gaza telah dipersulit, terutama di bagian utara. Bulan lalu otoritas kesehatan di Gaza mengatakan pasukan Israel menewaskan lebih dari 100 orang yang mencoba mengambil bantuan dari sebuah konvoi.
Militer Israel membantah laporan tersebut, dan mengatakan orang-orang yang menyerbu konvoi tersebut tewas dalam penyerbuan atau karena tertimpa truk-truk bantuan. Israel melarang badan bantuan pengungsi PBB untuk Palestina (UNRWA) untuk melakukan pengiriman bantuan ke wilayah utara.
Israel menuduh UNRWA terlibat dengan Hamas. Lembaga penyedia bantuan dan layanan terbesar di Gaza itu membantah tuduhan tersebut. Mereka sedang menunggu hasil penyelidikan atas tuduhan yang membuat beberapa donor menghentikan sementara bantuannya.
Kantor kemanusiaan PBB (OCHA) mendesak Israel untuk mencabut larangan UNRWA mengirimkan bantuan makanan ke Gaza utara. OCHA mengatakan warga di Gaza utara menghadapi "kematian yang kejam karena kelaparan".
Direktur komunikasi UNRWA Juliette Touma mengatakan, laporan mengenai tenggelamnya warga yang hendak mengambil bantuan menunjukkan cara terbaik untuk menyalurkan bantuan adalah dengan menggunakan truk-truk yang dioperasikan lembaga-lembaga kemanusiaan.
"Laporan-laporan tragis yang datang dari Gaza ini merupakan indikasi lain cara yang paling efisien, tercepat dan teraman untuk menjangkau orang-orang yang membutuhkan bantuan kemanusiaan adalah melalui jalan darat dan melalui organisasi-organisasi kemanusiaan termasuk UNRWA yang bekerja di lapangan," kata Touma.