REPUBLIKA.CO.ID, ISTANBUL -- Pemerintah Turki dan Israel saling serang atas pertemuan Presiden Turki Recep Tayyep Erdogan dengan Kepala Biro Politik Hamas Ismail Haniyeh. Pertemuan ini digelar saat Haniyeh berkunjung ke Turki.
Di media sosial X pada Sabtu (20/4/2024) kemarin Menteri Luar Negeri Israel Israel Katz mengkritik keras Erdogan. "Aliansi Ikhwanul Muslimin: pemerkosaan, pembunuhan, penodaan mayat dan pembakaran bayi-bayi. Erdogan, kamu memalukan!" ujarnya di X.
Juru bicara Kementerian Luar Negeri Turki Oncu Keceli merespon cicitan tersebut. "Pihak berwenang Israel yang harus malu. Mereka membantai hampir 35 ribu rakyat Palestina, sebagian besar perempuan dan anak-anak," katanya seperti dikutip dari Aljazirah, Ahad (21/4/2024).
"Upaya anggota pemerintah Israel untuk mengubah agenda tidak membuahkan hasil. Prioritas Turki adalah mengakhiri pembantaian di Gaza dan pendiran negara Palestina untuk memastikan perdamaian jangka panjang di kawasan kami," tambahnya.
Dalam wawancaranya di kantor berita Anadolu Agency, Haniyeh mengatakan kunjungannya ke Turki dilakukan dalam konteks hubungan historis dan terhormat antara Turki dan Palestina. Ia mengatakan ia mengadakan pertemuan penting selama sekitar dua jam dengan Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan dan Menteri Luar Negeri Hakan Fidan.
Haniyeh mengatakan mereka membuat pernyataan komprehensif mengenai serangan Israel ke Gaza dan apa yang telah dialami warga Palestina selama hampir tujuh bulan. Haniyeh mengatakan dalam pertemuan itu ia menyampaikan desakannya kepada Erdogan mengenai genosida terhadap rakyat Palestina, negosiasi yang sedang berlangsung untuk gencatan senjata dan tuntutan Hamas serta kelompok-kelompok perlawanan untuk "gencatan senjata permanen di Gaza, penarikan penuh Israel dari Jalur Gaza, kembalinya para pengungsi ke rumah-rumah mereka, rekonstruksi, pencabutan blokade, dan tercapainya kesepakatan pertukaran tahanan."
Pemimpin Hamas memuji dukungan Erdogan terhadap perjuangan Palestina. "Pernyataan Presiden Erdogan dalam pertemuan Partai Keadilan dan Pembangunan (AK Party) di mana ia menggambarkan Hamas sebagai gerakan pembebasan Nasional dan menyamakannya dengan Kuva-i Milliye (Pasukan Nasional), tidak diragukan lagi menjadi sumber kebanggaan bagi kami dan rakyat Palestina," kata Haniyeh seperti dikutip dari Anadolu Agency.
"Hamas adalah apa yang Kuva-i Milliye (Pasukan Nasional yang aktif selama Perang Kemerdekaan Turki antara tahun 1918-1921) berada di Turki selama Perjuangan Nasional. Kami pasti tahu bahwa mengatakan hal ini akan ada harganya," kata Erdogan dalam pertemuan itu.
Haniyeh mengatakan Hamas merupakan gerakan perjuangan "untuk membebaskan tanah, nilai-nilai suci, dan rakyat kami dari penjajahan."
Menyoroti hubungan historis Turki dengan perjuangan Palestina karena posisi regional dan Islamnya, Haniyeh mengatakan pernyataan Erdogan mencerminkan hati nurani rakyat Turki, yang menganggap perjuangan Palestina sebagai perjuangan mereka sendiri, berempati dengan Gaza dari sudut pandang kemanusiaan, dan menentang penindasan.
Ia menggarisbawahi perlunya menyatukan upaya untuk menghentikan serangan Zionis, yang tetap berdiri dengan dukungan AS. Haniyeh juga memuji sikap intelektual, sejarah dan politik rakyat Turki terhadap perjuangan Palestina.
"Kami masih ingat Presiden Erdogan mengangkat peta Palestina dalam pidatonya di PBB dan menjelaskan bagaimana Palestina secara bertahap dijajah sebagai tanggapan terhadap Shimon Peres," katanya.
"Kami memantau dengan seksama posisi Turki di kawasan ini, kebijakan regional dan internasionalnya, serta sikapnya terhadap perjuangan Palestina dan Gaza dengan sangat penting," ujar Haniyeh menambahkan.
"Kami masih ingat bagaimana rakyat Turki mengorbankan para syuhada di kapal Mavi Marmara demi pencabutan blokade di Gaza," kata Haniyeh.
Ia menambahkan Turki mempertahankan sikap yang konsisten terhadap perjuangan Palestina dan blokade Gaza. "Selama pertemuan kami dengan Erdogan, kami membahas keputusan yang diambil terkait pembatasan komersial terhadap Israel dan dampaknya terhadap aktivitas komersial," katanya.
"Ini adalah langkah penting melawan musuh Zionis yang menumpahkan darah wanita, anak-anak dan orang tua Palestina dalam serangan ke Gaza, mengancam Rafah dengan serangan darat dan tidak menghormati tempat-tempat suci umat Islam, terutama Masjid Al Aqsa di Yerusalem," tambahnya.