Selasa 23 Apr 2024 22:27 WIB

Bantuan AS untuk Ukraina, Israel, dan Taiwan Diwarnai Kritikan

Paket bantuan justru akan menekan hubungan AS saat ini dengan Beijing.

  Tim penyelamat bekerja di lokasi bangunan yang rusak setelah serangan rudal di Kyiv (Kiev), Ukraina, (2/1/2024).
Foto: EPA-EFE/SERGEY DOLZHENKO
Tim penyelamat bekerja di lokasi bangunan yang rusak setelah serangan rudal di Kyiv (Kiev), Ukraina, (2/1/2024).

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Paket bantuan Amerika Serikat (AS) senilai 95 miliar dolar (sekitar Rp 1,54 kuadriliun) untuk Ukraina, Israel, dan Taiwan, dapat menjadi bumerang bagi rakyat AS karena ketidakmampuan pemerintah untuk membiayai perekonomiannya. Hal ini, disampaikan sejumlah analis kepada Sputnik.

Senat AS memang akan mengajukan paket legislatif dengan bantuan keamanan setara kurang lebih Rp1.540 triliun untuk Ukraina, Israel, dan Taiwan pada Selasa, (23/4/2024). Hal ini, menyusul pengesahan RUU tersebut oleh dewan perwakilan rakyat pada akhir pekan lalu.

Baca Juga

Alih-alih meningkatkan kedudukan AS di dunia, rancangan undang-undang itu justru akan menjadi bumerang bagi AS karena memberikan beban yang terlalu besar pada sumber dayanya yang sudah terkuras, kata mantan analis CIA dan pendiri serta ketua Dewan Kepentingan Nasional, Philip Giraldi.

Selain itu, Giraldi mengatakan, dampak nyata dari pendanaan tersebut kemungkinan besar akan negatif. Hal ini menunjukkan AS akan menjadi pihak yang paling dirugikan karena berpotensi mengakibatkan kemerosotan ekonomi yang lebih luas.

"Bukannya memperkuat posisi Washington di mata sekutu-sekutunya, paket bantuan itu justru akan semakin mengisolasi Amerika Serikat di seluruh dunia," kata Giraldi. Rezim korup Volodymyr Zelenskyy di Kiev, menurut Giraldi, tidak akan dapat menggunakan bantuan itu secara efektif dan akan mencuri, kehilangan, dan menyia-nyiakan sebagian besar dari paket tersebut.

Mengenai Taiwan, Giraldi memperingatkan bahwa alih-alih memperkuat Taipei, paket bantuan itu justru akan membebani dan menekan hubungan AS saat ini dengan Beijing. "Tindakan tersebut juga akan mengancam perang yang lebih luas di Timur Tengah karena akan mendorong Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu dan sekutu-sekutu ekstremisnya untuk menyerang Iran," kata Giraldi.

Sementara itu Kolonel Korps Marinir AS Donald Vandergriff mengatakan tindakan tersebut kembali menunjukkan tidak bergunanya pemerintahan Biden yang gagal mengakui dan melindungi kepentingan rakyat Amerika. "Langkah bantuan itu melanjutkan proses mendanai sekutu-sekutu yang meragukan di seluruh dunia sambil mengabaikan ancaman mendesak terhadap keamanan dan kelangsungan hidup warga AS di dalam negeri," kata Vandergriff.

Di tempat lain, ahli sejarah konstitusi dan komentator politik Dan Lazare menekankan, persetujuan terhadap bantuan itu menunjukkan kongres AS bergerak sangat cepat dan efisien ketika kepentingan yang egois dan tidak bertanggung jawab sedang dikerjakan.

"Terlepas dari segala hal yang kita dengar tentang disfungsi kongres, nampaknya lembaga legislatif itu benar-benar tidak mampu bertindak sesuai keinginannya, dan ini adalah salah satu contohnya," kata Lazare. "Sekali lagi, kepentingan penguasa lebih utama dari golongan," lanjut dia.

"Dalam jangka pendek, bantuan tersebut akan memberikan dukungan yang dibutuhkan ketiga klien AS itu, kata Lazare. RUU bantuan yang nilainya sangat besar itu mungkin merupakan paket terakhir yang disetujui Kongres untuk Ukraina dan Kiev harusnya mengurangi kerugiannya apabila tak ingin berakhir meminta kelonggaran di masa depan, ujar Lazare.

sumber : Antara, Sputnik
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement