REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Senat Amerika Serikat pada Selasa (23/4/2023) waktu setempat menyetujui rancangan undang-undang (RUU) paket bantuan luar negeri senilai 95 miliar dolar AS untuk Ukraina, Israel, dan Taiwan. RUU tersebut disahkan menyusul pemungutan suara dengan hasil 79-18 yang akan mengirim dokumen itu ke meja Presiden Joe Biden untuk ditandatangani.
Biden mengatakan dia akan meneken RUU tersebut menjadi undang-undang segera setelah paket bantuan tersebut sampai di mejanya pada Rabu. Paket bantuan luar negeri untuk ketiga negara itu nilainya setara Rp1.500 triliun.
"Kebutuhan ini sangat mendesak: bagi Ukraina, yang menghadapi pengeboman tanpa henti dari Rusia," kata Biden.
"Bagi Israel, yang baru saja menghadapi serangan yang belum pernah terjadi sebelumnya dari Iran; bagi para pengungsi dan mereka yang terkena dampak konflik dan bencana alam di seluruh dunia, termasuk di Gaza, Sudan, dan Haiti.
"Dan bagi mitra-mitra kami yang mengupayakan keamanan dan stabilitas di Indo-Pasifik," kata Biden dalam penyataan yang dirilis tak lama setelah Senat meloloskan RUU tersebut.
RUU tersebut mencakup lebih dari 60,8 miliar dolar AS untuk Ukraina; 26,6 miliar dolar AS untuk Israel; dan delapan miliar dolar AS untuk sekutu-sekutu AS di kawasan Indo-Pasifik untuk melawan China. RUU itu juga akan memberikan hampir 9,1 miliar dolar AS untuk upaya kemanusiaan di Ukraina, Israel, dan Gaza.
RUU tersebut juga memerintahkan pemilik TikTok di China untuk menjual aplikasi media sosialnya atau berisiko dilarang digunakan di AS. Sementara itu, Senator independen Bernie Sanders menyebut pengesahan RUU tersebut sebagai "hari yang kelam" di Senat AS.
"Saya memilih 'tidak' malam ini untuk paket bantuan luar negeri tersebut karena satu alasan sederhana: para pembayar pajak AS tidak boleh memberikan miliaran dolar lagi kepada pemerintahan ekstremis Netanyahu untuk melanjutkan perang yang menghancurkan terhadap warga Palestina," kata Sanders.
Ketua Komite Hubungan Luar Negeri Senat AS Ben Cardin menyebut pengesahan RUU tersebut sebagai "kemenangan besar bagi demokrasi dan persatuan internasional". Akan tetapi, ia menyebut bahwa dukungan tersebut datang "sangat terlambat karena kampanye partisan yang tidak henti-hentinya berupa penghalangan dan misinformasi."
"Hari ini, Senat mengirimkan pesan yang padu ke seluruh dunia: Amerika akan selalu membela demokrasi pada saat yang dibutuhkan," kata pemimpin mayoritas Senat AS Chuck Schumer jelang pemungutan suara terakhir di Senat.