REPUBLIKA.CO.ID, BEIJING -- Juru Bicara Kementerian Luar Negeri China Wang Wenbin menyebutkan pihak yang sengaja menghalangi Dewan Keamanan (DK) PBB untuk menghadirkan gencatan senjata di Gaza, Palestina, tidak dapat dimaafkan. Menurutnya, ketidakpedulian terhadap pembunuhan perempuan dan anak-anak di Gaza tidak bisa ditoleransi.
"Menghalangi upaya Dewan Keamanan PBB untuk menciptakan gencatan senjata di Gaza tidak akan dimaafkan," kata Wang Wenbin saat menyampaikan keterangan kepada media di Beijing, China pada Kamis (25/4/2024).
Badan Bantuan dan Pekerjaan Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Pengungsi Palestina (UNRWA) menyebutkan sudah lebih dari sejuta penduduk di Jalur Gaza telah kehilangan tempat tinggal. Lalu, 75 persen penduduk di daerah kantong pesisir Palestina tersebut telah mengungsi sejak meletusnya konflik Israel-Hamas 200 hari yang lalu.
"Waktu adalah kehidupan itu sendiri. Konflik di Gaza harus dihentikan," tegas Wang Wenbin.
Menurut Wang Wenbin, rakyat Palestina yang gugur karena konflik sudah mencapai lebih dari 30 ribu orang. Di samping itu, ada 110 ribu orang menjadi korban luka-luka.
"Bencana kemanusiaan yang mengerikan ini menantang kesadaran moral yang mendasari peradaban manusia dan telah mengungkap kemunafikan negara-negara tertentu yang mengeklaim 'menjunjung dan menjaga hak asasi manusia'," jelas Wang Wenbin.
China, lanjut Wang Wenbin, mendesak negara-negara terkait untuk berhenti menghalangi tindakan DK PBB. Ia menyerukan pihak-pihak terkait untuk sepenuhnya menerapkan Resolusi Dewan Keamanan 2728, mewujudkan gencatan senjata tanpa syarat, dan berkelanjutan dan memastikan akses kemanusiaan tanpa hambatan agar dapat mengakhiri bencana yang menimpa rakyat Palestina secepatnya.
"Konflik ini adalah aib bagi peradaban manusia," ungkap Wang Wenbin.
Dalam sebuah rekaman pidato yang menandai hari ke-200 konflik tersebut, juru bicara sayap bersenjata Hamas Brigade Al-Qassam, Abu Ubaida, menuduh Israel menghalangi berbagai upaya mediasi gencatan senjata. Media Israel pada Senin (22/4/2024) melaporkan bahwa berbagai persiapan sedang dilakukan untuk memperluas zona kemanusiaan di Jalur Gaza menjelang kemungkinan serangan Israel ke Rafah, kota di ujung selatan Jalur Gaza.
Namun, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu pada Ahad (21/4/2024) berjanji akan mengintensifkan tekanan militer dan politik terhadap Hamas dalam beberapa hari mendatang. Netanyahu berulang kali mengancam akan melancarkan serangan ke Rafah, karena kota itu merupakan "benteng pertahanan" terakhir Hamas.