REPUBLIKA.CO.ID, SEOUL -- Presiden terpilih Asosiasi Medis Korea (KMA), Lim Hyun-taek, mendesak pemerintah untuk sepenuhnya membatalkan usulan rencana reformasi medis. Termasuk, kenaikan kuota sekolah kedokteran, serta membuka diskusi dengan dokter dari awal.
“Ini bukan konflik antara komunitas medis dan pemerintah. Sebaliknya, ini adalah penyalahgunaan kekuasaan secara sepihak oleh pihak berwenang,” kata Lim dalam rapat umum KMA di Seoul, Ahad, (28/4/2024).
Jika pemerintah tidak membatalkan rencana reformasi medis, lanjutnya, komunitas medis tidak akan bergeming dan tidak menanggapi seruan negosiasi apa pun. Lim yang dikenal karena sikapnya yang agresif dalam kebuntuan yang sedang berlangsung dengan pemerintah akan memulai masa jabatan resminya mulai hari Rabu mendatang.
Pekan lalu, polisi melakukan penggerebekan tambahan terhadap Lim yang dituduh menghasut pengunduran diri kolektif oleh para dokter junior. Badan Kepolisian Metropolitan Seoul mengatakan pihaknya juga menyita ponsel Lim dan mengirim penyelidik ke kantornya di Seoul barat dan kediamannya di Asan, 83 kilometer selatan Seoul.
Polisi menyita ponsel Lim dalam penggerebekan sebelumnya pada Maret, namun ponsel tersebut dipastikan pernah digunakan olehnya di masa lalu. Sementara itu, sebuah komite kepresidenan mengenai reformasi medis secara resmi dibentuk pada Kamis (25/4/2024) untuk mencari terobosan atas pemogokan dokter yang berkepanjangan, tetapi KMA juga telah memboikot inisiatif tersebut.
Hingga kini, sekitar 12 ribu dokter peserta pelatihan telah meninggalkan tempat kerja sejak 20 Februari sebagai protes terhadap rencana penambahan jumlah mahasiswa kedokteran sebanyak 2.000 orang. Pengunduran diri kolektif tersebut menyebabkan tertundanya perawatan medis dan beberapa ruang gawat darurat membatasi sebagian perawatan terhadap pasien yang sakit kritis.