Kamis 01 Jul 2010 00:16 WIB

Pelarangan Simbol Salib dalam Kelas di Italia Picu Kontroversi

Simbol salib dalam sebuah kelas di sekolah dasar di Italia (Illustrasi)
Foto: AP PHOTO
Simbol salib dalam sebuah kelas di sekolah dasar di Italia (Illustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, Pemerintah Italia tengah dalam proses banding di Pengadilan Hak Asasi Manusia (HAM) Eropa. Mereka meminta untuk mengubah keputusan pelarangan simbol salib dalam kelas-kelas di sekolah.

Kasus menentang keberadaan salib dibawa oleh seorang wanita yang berargumen bahwa anaknya memiliki hak untuk mendapat pendidikan sekuler di bawah undang-undang Italia. Tahun lalu, Pengadilan Eropa mengabulkan permohonan si ibu, mengatakan bahwa orang tua sudah seharusnya bisa membawa anak mereka ke sekolah yang mereka anggap cocok.

Kemenangan si ibu rupanya memicu protes dan kemarahan di Italia, dimana 90 % dari populasi menyatakan diri sebagai Kristiani. Italia mengajukan banding terhadap keputusan pengadilan Selasa (29/6)--yang diintepretasikan masyarakat luas sebagai campur tangan terhadap budaya, sejarah dan agama Negara.

Jika pemerintah kalah, itu berarti pemasangan semua simbol dan artefak keagamaan dalam kelas-kelas di penjuru negara tergabung di Uni Eropa dianggap melanggar hukum

Vatikan juga mengeluarkan komentar terkait keputusan Pengadilan HAM Eropa. Menurut Otoritas tertinggi gereja Katholik itu di Roma itu, pengadilan tidak memiliki hak mencampuri masalah mendasar warga Italia. Vatikan bahkan menuduh pengadilan ingin mengabaikan peran Kekristenan dalam pembentukan identitas Eropa.

Seorang menteri di kabinet Italia mengatakan keputusan tersebut "sangat memalukan". Sementara, Menteri Pendidikan Italia, Mariastella Gelmini, mengatakan tanda salib adalah "simbol tradisi kami" dan bukan tanda Agama Katholik.

Aturan yang meminta simbol salib digantung di sekolah-sekolah berawal sejak 1920 dan tidak pernah diganggu gugat. Namun peran Katholik sebagai agama negara berakhir pada 1984, ketika hubungan resmi antara Vatikan dan pemerintah Italia berakhir.

sumber : bbc
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement