Kamis 08 Feb 2018 20:40 WIB

Amnesty Tuding Myanmar Masih Lakukan Pembersihan Etnis

Amnesty mengatakan Myanmar sengaja membuat Rohingya tak tahan tinggal di negara itu.

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Gita Amanda
Rohingya
Foto: AsiaNews
Rohingya

REPUBLIKA.CO.ID, LONDON -- Kelompok Hak Asasi Manusia (HAM) Amnesty International menuding Myanmar masih melakukan pembersihan etnis terhadap Rohingya di Rakhine. Hal ini menyebabkan arus pengungsi dari Myanmar ke Bangladesh masih terus berlanjut.

"Otoritas di Myanmar telah merampok, menculik, dan secara sengaja membuat pria, wanita, dan anak-anak Rohingya kelaparan dalam rangka menjadikan hidup mereka tak tertahankan sehingga mereka akan meninggalkan negara tersebut," kata Amnesty International dalam sebuah pernyataan, seperti dilaporkan laman Aljazirah, Kamis (8/2).

Menurut Amnesty, pasukan keamanan secara sengaja melakukan hal-hal tersebut agar etnis Rohingya meninggalkan Myanmar dalam keadaan trauma dan ketakutan. Dengan demikian, mereka akan segan untuk kembali ke Myanmar.

Amnesty mengungkapkan keterangan ini diperolehnya ketika mewawancarai para pengungsi yang baru saja meninggalkan Rakhine, Myanmar. Mereka tiba di Bangladesh pada Desember dan Januari lalu.

"Alih-alih meneror penduduk melalui pembunuhan, pemerkosaan, dan pembakaran desa Rohingya yang meluas, pasukan keamanan saat ini menggunakan tindakan yang lebih tenang dan lebih halus untuk memeras mereka, membuat hidup mereka tak tertahankan, sehingga mereka tidak punya pilihan selain pergi," kata Amnesty memaparkan.

Kekerasan di negara bagian Rakhine terjadi pada Agustus 2017 lalu. Militer Myanmar menyerbu dan menghancurkan permukiman Rohingya dengan dalih mencari kelompok pemberontak, yakni Arakan Rohingya Salvation Army (ARSA).

Operasi tersebut seketika membuat lebih dari setengah juta etnis Rohingya melarikan diri ke Bangladesh. Walaupun saat ini Myanmar dan Bangladesh telah menyepakati proses repatriasi, namun sebagian besar pengungsi Rohingya segan untuk kembali ke kampungnya.

Hal ini karena belum jelasnya jaminan keamanan dan keselamatan bagi mereka yang kembali. Di sisi lain, mereka pun masih diliputi trauma akibat kekejaman militer Myanmar.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement