Senin 12 Mar 2018 08:03 WIB

PBB Kutuk Kekerasan Anti-Muslim di Sri Lanka

PBB mendesak Pemerintah Sri Lanka untuk segera memproses hukum pelaku kekerasan.

Rep: Marniati/ Red: Nidia Zuraya
Aparat keamanan berjaga di dekat rumah yang dirusak massa akibat kerusuhan berbau SARA di Srilanka.
Foto: Reuters
Aparat keamanan berjaga di dekat rumah yang dirusak massa akibat kerusuhan berbau SARA di Srilanka.

REPUBLIKA.CO.ID, KOLOMBO -- Perwakilan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) melakukan kunjungan ke Sri Lanka. Selama kunjungannya, Wakil Sekretaris Jenderal Urusan Politik PBB Jeffrey Feltman mengutuk serangkaian serangan anti-Muslim di Sri Lanka, termasuk pembakaran masjid dan toko milik Muslim.

Dilansir Aljazirah, Senin (12/3), Feltman mengatakan kepada pemerintah Sri Lanka bahwa pelaku kekerasan harus menjalani proses hukum untuk bertanggungjawab atas perbuatannya. Ia mendesak pemerintah untuk dengan cepat menyelesaikan proses ini.

Pemerintah juga diminta untukmenerapkan peraturan yang tidak diskriminatif terhadap hukum. Menurutnya, langkah pencegahan perlu dilakukan agar insiden serupa tidak terulang kembali.

Dalam kunjungannya, Feltman juga bertemu dengan para pemimpin Muslim setempat untuk menunjukkan solidaritas. Serangan kekerasan terhadap umat Islam melanda distrik pusat Kandy selama sepekan terakhir.

Kekerasan tersebut, dipicu oleh kematian seorang umat Buddha Sinhala setelah dipukuli oleh sekelompok pria Muslim karena perselisihan di jalan raya. Akibatnya dua orang tewas. Masjid, rumah, serta toko milik muslim juga dibakar. Belasan orang ikut terluka dalam kerusuhan tersebut.

Pihak berwenang menerapkan keadaan darurat dan memberlakukan jam malam untuk mengurangi kekerasan tersebut. Namun Muslim Sri Lanka mengaku masih khawatir jika serangan terus berlanjut.

Polisi telah menangkap tersangka penghasut kerusuhan tersebut. Pada Sabtu (10/3), Presiden Maithripala Sirisena mengumumkan sebuah panel tiga anggota.

Panel akan melakukan penyelidikan terkait insiden ini. Pemerintah juga juga mencabut jam malam. Namun tentara masih tetap bersiaga di jalanan.

Kekerasan tersebut telah menimbulkan kekhawatiran ketidakstabilan di Sri Lanka. Negara tersebut masih berjuang dari perang saudara yang terjadi hampir tiga dekade lalu.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement