Jumat 30 Jan 2015 01:33 WIB

Muslim AS: Kebebasan Berpendapat Jangan Menyinggung Agama Lain

Rep: Satya Festiani/ Red: Erik Purnama Putra
Direktur Eksekutif Kajian Muslim Gallup Center, Dalia Mogahed.
Foto: Earla.org
Direktur Eksekutif Kajian Muslim Gallup Center, Dalia Mogahed.

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Para pemimpin agama Islam di AS menilai kebebasan berpendapat dan batasannya harus diimbangi dengan rasa hormat terhadap nilai-nilai moral suatu komunitas. Hal itu untuk mencegah adanya pengucilan dari sebuah grup dan juga mencegah timbulnya radikalisme.

Sejak majalah Charlie Hebdo diserang, banyak perdebatan mengenai kebebasan berpendapat dan munculkan radikalisme di Eropa. Tiga pemimpin Muslim AS menekankan bahwa kebebasan berpendapat harus dilindungi, tetapi jangan dieksploitasi sehingga menyinggung kepercayaan lain.

"Harus ada batasannya tetapi batasan tersebut bukan untuk mencegah kekerasan. Batasan tersebut bersifat moral," ujar Direktur Eksekutif Kajian Muslim Gallup Center, Dalia Mogahed, dikutip dari Anadolu Agency, Kamis (29/1). Dalia mengutuk penyerangan di Paris dan menekankan bahwa penyerangan tersebut tidak bisa diterima oleh Islam.

Direktur Eksekutif Badan Hubungan Islam Amerika, Nihad Awad, mengatakan bahwa Islam membenarkan kebebasan berpendapat, tetapi Islam tidak membenarkan kekerasan terhadap seseorang. "Alquran meminta Nabi Muhammad SAW untuk bersabar menghadapi cibiran terhadap dirinya," ujarnya.

Kendati demikian, setiap orang harus memiliki batasan dari kebebasan berpendapat yang mereka lakukan. Nihad mengatakan, batasan tersebut harus menjadi inisiatif dari orang tersebut, bukan berasal dari luar.

Presiden Pusat Studi Islam dan Demokrasi di Washington, Radwan Masmoudi, setuju dengan pendapat Nihad. "Kebebasan berpendapat tidak bisa dijadikan pembenaran untuk menghina suatu grup agama," ujar Radwan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement