Kamis 28 May 2015 07:30 WIB

PBB: 2.500 Pengungsi Rohingya Masih Terdampar Dilautan

Imigran suku Rohingya dari Myanmar berada di perhu mereka yang terdampar di perairan Desa Simpang Tiga, Kecamatan Julok, Aceh Timur, Aceh, Rabu (20/5).
Foto: Antara/Syifa
Imigran suku Rohingya dari Myanmar berada di perhu mereka yang terdampar di perairan Desa Simpang Tiga, Kecamatan Julok, Aceh Timur, Aceh, Rabu (20/5).

REPUBLIKA.CO.ID, BANGKOK -- Lebih dari 2.500 migran kemungkinan masih terdampar di dalam kapal-kapal di Teluk Benggala dan Laut Andaman, demikian menurut perkiraan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Sementara itu, Thailand bersiap menjadi tuan rumah pertemuan regional yang membahas "tindakan segera" untuk mengatasi krisis tersebut.

Ribuan Muslim Rohingya dari Myanmar dan imigran dari Bangladesh mencoba mendarat di Thailand, Malaysia, dan Indonesia, sejak operasi pemberantasan perdagangan manusia digelar Thailand pada awal Mei dan membuat para penyelundup meninggalkan mereka di tengah laut.

Pemerintah di kawasan itu harus berjuang untuk merespon, meskipun kemudian foto wajah-wajah putus asa yang berdesakan di atas kapal dengan makanan dan air terbatas membuat Indonesia dan Malaysia memperlunak sikap dan mengizinkan para migran itu mendarat. Lebih dari tujuh kapal yang membawa sekitar 2.600 orang diduga masih berada di tengah lautan, menurut data UNHCR dan sumber-sumber di Badan Migrasi Internasional (IOM).

Pertemuan yang akan digelar pada Jumat di Bangkok itu akan diikuti 17 negara Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (ASEAN) dan negara Asia lain, serta Amerika Serikat, Swiss, dan organisasi-organisasi internasional. "Pertemuan fokus pada tindakan segera untuk mengatasi isu ini," kata Panote Preechyanud dari Departemen Informasi, Kementerian Luar Negeri Thailand, Rabu Malam.

"Ini adalah seruan darurat bagi kawasan untuk bekerja sama mengatasi peningkatan luar biasa migrasi yang tak biasa melintasi Teluk Benggala dalam beberapa tahun ini."

Pertemuan itu dilakukan menyusul penemuan hampir 140 kuburan di 28 kamp penyelundup di sepanjang perbatasan utara Malaysia, beberapa di antaranya diduga ditelantarkan dengan tergesa-gesa ketika operasi pemberantasan oleh Thailand dimulai.

Thailand yang berada di bawah tekanan Amerika Serikat untuk bertindak lebih banyak memerangi penyelundupan manusia, memulai operasi itu setelah menemukan setidaknya 36 mayat dalam kuburan massal di perbatasan.

Operasi itu membuat terlalu berisiko bagi para penyelundup untuk mendaratkan kargo manusia mereka, dan sejak saat itu lebih dari tiga ribu migran yang ditelantarkan mendarat di Malaysia dan Indonesia.

Thailand selatan dan Malaysia utara merupakan bagian dari rute utama bagi penyelundup manusia untuk membawa Muslim Rohingya yang mengaku lari dari penyiksaan di Myanmar, dan migran Bangladesh yang lari dari kemiskinan di kampungnya.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement