Selasa 10 Nov 2015 21:23 WIB

Pembantaian Komunis, Indonesia 'Diadili' di Belanda

Pengadilan PKI digelar di Belanda, Selasa (10/11).
Foto: AP
Pengadilan PKI digelar di Belanda, Selasa (10/11).

REPUBLIKA.CO.ID, DEN HAAG -- 'Pengadilan rakyat' di Belanda, Selasa (10/11), menggelar sidang dengar pendapat terkait tudingan aktivis yang menyebut Pemerintah Indonesia bertanggung jawab atas tewasnya ratusan ribu orang dalam kasus gerakan PKI 50 tahun lalu.

Pengacara kelompok hak asasi manusia menuntut Pemerintah Indonesia atas sembilan dakwaan dari mulai pembunuhan, penyiksaan, hingga kekerasan seksual pada era 1965-1966. Diperkirakan 500 ribu rang tewas.

Pengadilan ini memang tidak memiliki kekuatan hukum resmi. Namun para aktivis sepertinya ingin menunjukkan masa kelam pemerintahan Indonesia pascapenjajahan.

Salah satu kesaksian pertama disampaikan oleh Leslie Dwyer yang melakukan penelitian di Bali. Ia mengungkapkan sekitar 80 ribu hingga 120 ribu orang terbunuh antara akhir 1965 dan Maret 1966.

Pembunuhan terjadi ketika pasukan khusus pemerintah tiba dan memulai mengorganisir polisi lokal dan kelompok-kelompok tertentu. Dwyer mengatakan, dalam beberapa kasus, meski memiliki hubungan sangat lemah dengan komunis, seseorang bisa ditangkap. Misalkan mereka yang bernyanyi atau menari di acara Partai Komunis Indonesia.

Nursyahbani Katjasungkana, aktivis hak asasi manusia yang juga mantan anggota dewan mengatakan, pemerintah di Jakarta harus bertanggungjawab atas kejahatan yang terjadi pada masa lalu.

"Pemerintah Indonesia bertanggungjawab untuk memenuhi dan menghormati korban," ujarnya. "Mereka memiliki hak untuk keadilan, hak kebenaran dan reparasi."

Aktivis juga menyalahkan negara asing seperti Inggris, Amerika Serikat, dan Australia yang memperumit tragedi tersebut. Mereka terlibat menyulai senjata dan bahkan menitip daftar nama ke pasukan Suharto.

Pejabat senior Indonesia pada pekan ini menolak pengadilan tersebut dan menyalahkan Belanda atas kolonisasi di tanah air. 

sumber : AP
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement