Ahad 09 Jul 2017 23:50 WIB

Pertemuan Tahunan G20 Berakhir dengan Banyak Permasalahan

Rep: Dyah Meta Ratna Novia/ Red: Gita Amanda
Pendemo membakar sampah di jalan saat pertemuan tingkat tinggi G20 di Hamburg, Jerman, 6 Juli 2017.
Foto: REUTERS/Hannibal Hanschke
Pendemo membakar sampah di jalan saat pertemuan tingkat tinggi G20 di Hamburg, Jerman, 6 Juli 2017.

REPUBLIKA.CO.ID, HAMBURG -- Tuan Rumah G20, Kanselir Jerman Angela Merkel tampil istimewa di akhir pertemuan puncak G20. Ia  berbicara dengan perwakilan polisi dan mengucapkan terima kasih atas upaya memastikan keamanan di lapangan dan memastikan keamanan para kepala negara dan pemerintah, juga delegasi  saat mereka bertemu di kota Hanseatic.

Kanselir Jerman itu kurang tegas dalam mengecam kekerasan yang dilakukan militan anti-globalis selama dua malam sebelumnya saat Jerman jadi tuan rumah G20. "Individu yang bertindak seperti ini tidak tertarik pada kritik politik. Mereka yang bertindak seperti ini beroperasi di luar komunitas demokratis," katanya seperti dilansir DW, Sabtu, (8/7). Merkel juga menjanjikan bantuan segera untuk para korban tindak kekerasan.

Warga di lingkungan Schanzenviertel dan Altona di Hamburg kurang senang dengan upaya pengamanan polisi di lingkungan mereka. Lingkungan mereka menjadi lokasi penjarahan dan pembakaran luas. Banyak bisnis lokal yang dihancurkan oleh perusuh. Sejumlah mobil juga hancur.

Seorang penduduk yang frustrasi menggantungkan sebuah tanda besar dari balkonnya sambil membaca: "Itu adalah ide buruk, Olaf." Olaf adalah Olaf Scholz, Wali Kota Hamburg saat ini. Dia yang bertanggung jawab membawa G20 ke Hamburg dan telah berjanji kepada warga bahwa keamanan warga akan terjamin. Namun kenyataannya sungguh berbeda.

Tidak ada demonstran yang bisa mencapai "benteng" G20, di mana para pemimpin dari 19 negara industri dan negara berkembang terbesar serta perwakilan dari Uni Eropa bertemu pada hari Jumat dan Sabtu. Setiap usaha demonstran menuju ke acara G20 selalu dihalangi oleh 20 ribu polisi dan pasukan keamanan dari Jerman dan negara-negara tetangga Uni Eropa.

Kebulatan suara, yang merupakan tradisi puncak G20. Namun saat pada topik memerangi pemanasan global, perhitungan akhir adalah 19 banding 1. Ini terjadi karena Amerika Serikat (AS) baru-baru ini menarik diri dari Kesepakatan Paris Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang perubahan iklim. Di Hamburg, Presiden AS Donald Trump juga menolak untuk mengakui pengurangan emisi yang berdasarkan Kesepakatan Paris.

Kemudian, Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan mengatakan, dia juga akan mengevaluasi ulang partisipasi Turki dalam Kesepakatan Paris karena cabutnya AS dapat membahayakan pendanaan bagi negara-negara yang kurang mampu.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement