Ahad 20 Aug 2017 10:13 WIB

Pengungsi Rohingya di India Hidup tak Tenang, Ini Sebabnya

Rep: Marniati/ Red: Nur Aini
Anak-anak Rohingya di depan kamp-kamp pengungsian di Rakhine
Foto: PKPU
Anak-anak Rohingya di depan kamp-kamp pengungsian di Rakhine

REPUBLIKA.CO.ID, NEW DELHI -- Pengungsi Rohingya yang tidak diterima oleh Myanmar atau tetangganya di Bangladesh hidup dalam ketakutan setelah rencana pemerintah India untuk mendeportasi 40 ribu pengungsi Rohingya.

Amina Khatoon, pengungsi Rohingya berusia 24 tahun di ibu kota India New Delhi, berisiko kehilangan rumahnya untuk kedua kalinya. Dia melarikan diri dari Myanmar pada 2012 setelah kekerasan komunal yang menewaskan suaminya.

"Saya hamil saat saya datang ke sini, saya berhasil bertahan, saya tidak punya banyak, tapi lebih baik mati di sini di India daripada pulang ke rumah," katanya seperti dilansir Anadolu, Sabtu, (19/8).

Menteri luar negeri India untuk urusan dalam negeri, Kiren Rijiju baru-baru ini mengatakan kepada parlemen bahwa pemerintah pusat telah meminta negara-negara tersebut untuk mengidentifikasi Muslim Rohingya yang hidup secara ilegal dan memulai proses deportasi mereka. Dia mengatakan bahwa PBB telah mendaftarkan Muslim Rohingya sebagai pengungsi, namun India bukanlah negara yang ikut menandatangani kesepakatan apapun mengenai pengungsi. "India tidak berkewajiban menjaga mereka di negara ini," ujarnya.

Komisi Nasional Hak Asasi Manusia pada hari Jumat mengambil pemberitahuan laporan media yang menyarankan deportasi pengungsi Rohingya. Hal ini diperlukan untuk mengeluarkan pemberitahuan kepada Kementerian terkait (Union Home Ministry) yang meminta laporan terperinci mengenai masalah ini dalam empat minggu. Komisi tersebut mengatakan bahwa para pengungsi adalah warga negara asing, namun mereka takut akan penganiayaan jika mereka kembali ke negara asal mereka.

Dewan Rohingya Eropa (ERC) di Belanda juga telah menulis surat kepada Perdana Menteri India Narendra Modi yang mengungkapkan bahwa isu tersebut akan ditangani secara manusiawi. Dalam sebuah surat yang dikirim pada hari Rabu, ketua dewan ERC Dr. Hla Kyaw mengatakan ERC berharap agar PM India menggunakan cara-cara kemanusiaan untuk membela orang-orang Rohingya dan menghentikan rencana deportasi tersebut.

Ali Johar, yang berada di kamp Okhla di New Delhi, juga melarikan diri dari Myanmar pada 2012 bersama dengan lima anggota keluarganya. "Kamp kekurangan fasilitas dasar. Pemadaman listrik biasa terjadi, dan kurangnya toilet," katanya.

Dengan kondisi seperti ini Johar mengakui sulit untuk tinggal di India. Namun tetap lebih baik daripada harus kembali ke negara asal mereka. Di India pengungsi Rohingya  mendapat dukungan dari masyarakat setempat.

Seorang pejabat di Kementerian Dalam Negeri India mengatakan deportasi tidak mungkin dilakukan. Ia mengklaim pemerintah tidak serius mendeportasi para pengungsi, namun menggunakan ancaman tersebut sebagai taktik untuk menakut-nakuti pengungsi agar mendaftarkan diri kepada pihak berwenang. "Saya tidak berpikir bahwa setiap Muslim Rohingya akan dideportasi dalam waktu dekat," katanya.

Rohingya adalah komunitas Muslim etnis di Myanmar, namun mereka telah kehilangan hak kewarganegaraan karena pemerintah Myanmar menganggap mereka imigran ilegal dari Bangladesh. Di India, mereka kebanyakan menetap di negara bagian Andhra Pradesh, Manipur, Rajasthan, Uttar Pradesh, Delhi, Maharashtra, Rajasthan dan Haryana. Namun, jumlah tertinggi Rohingya berada di wilayah yang disengketakan Jammu Kashmir.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement