Senin 28 Aug 2017 04:35 WIB

Brexit Tinggalkan Masalah Ketenagakerjaan di Inggris

Rep: Christiyaningsih/ Red: Andri Saubani
Perwakilan tetap Inggris untuk Uni Eropa Tim Barrow menyerahkan surat resmi Brexit dari PM Inggris Theresia May kepada Donald Tusk Presiden Uni Eropa.
Foto: Yves Herman/Pool Photo via AP
Perwakilan tetap Inggris untuk Uni Eropa Tim Barrow menyerahkan surat resmi Brexit dari PM Inggris Theresia May kepada Donald Tusk Presiden Uni Eropa.

REPUBLIKA.CO.ID, LONDON -- Keputusan Inggris untuk meninggalkan Uni Eropa berdampak pada sektor ketenagakerjaan. Tenaga kerja dari luar Inggris berencana meninggalkan negara itu pasca-Brexit. Saat ini, hampir satu juta warga negara Eropa bekerja di Inggris dan banyak di antara mereka berkualifikasi tinggi.

Dilansir dari laman Independent, Ahad (27/8), survei mengambil sampel dua ribu warga negara asing yang tinggal di Inggris. Separuh di antaranya berasal dari negara-negara pemasok tenaga kerja. Hasil survei menunjukkan sekitar 50 persen responden merasa kurang diterima sebagai pendatang setelah digelarnya referendum.

Sebanyak 55 persen dari mereka bergelar Ph.D dan S2. Ketika disurvei, mereka mengaku sudah memutuskan akan hengkang dari negara Ratu Elizabeth II itu atau setidaknya mempertimbangkan untuk pergi.

"Hasil ini memperlihatkan pentingnya warga Inggris untuk tidak menunjukkan perbedaan sikap mereka kepada warga asing setelah Brexit," ujar Karen Briggs, Head of Brexit di KPMG yang menyelenggarakan survei. Menurut Briggs, pilihan pekerja asing untuk pergi dari Inggris akan mengganggu kestabilan.

Punam Birly yang menjabat Head of Employment and Immigration di KPMG mengatakan hasil survei mengindikasikan terlalu sedikit pekerja Inggris yang mendukung pekerja Uni Eropa. Kondisi ini bisa menyebabkan Inggris menjadi negara yang rentan diserang.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement