REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Presiden Niger Mahamadou Issoufou melakukan kunjungan kenegaraan di Indonesia, Senin (16/10). Dalam pertemuan bilateral itu, Presiden Issoufou mengajak Indonesia untuk bersama-sama memerangi ancaman terorisme.
Menurut dia, serangan terorisme selama ini telah merusak citra Islam di mata dunia. Karena itu, pemberantasan aksi terorisme harus dilakukan bersama-sama.
"Kunjungan ini juga telah membahas terkait keprihatinan kami yang pertama terkait terorisme sebagaimana saya sampaikan tadi agama kita agama Islam telah dirusak citranya dengan kebesaran terorisme yang penuh kekerasan dan itu tidak baik untuk image Islam dan negara-negara Muslim," kata Presiden Issoufou saat memberikan pernyataan pers bersama di Istana Merdeka, Jakarta, Senin (16/10).
Menteri Luar Negeri Indonesia, Retno Marsudi menyampaikan, ancaman terorisme merupakan salah satu tantangan keamanan bagi Pemerintah Niger. Karena itu, kata dia, dalam pertemuan ini Presiden Niger juga mengajak Presiden Jokowi untuk menjalin kerja sama pemberantasan terorisme.
"Jadi beliau tadi menyampakan bahwa Niger adalah korban, salah satunya dari aksi-aksi teroris kelompok Boko Haram. Jadi kerja sama untuk countering terorism merupakan salah satu kerja sama yang ingin dilakukan oleh Presiden Niger," jelas Retno di Kompleks Istana Presiden.
Ia melanjutkan, ancaman terorisme di Niger menjadi tantangan utama yang harus dihadapi oleh Pemerintah Niger. Karena itu, dalam kesempatan ini, Pemerintah Indonesia juga menawarkan kerja sama di bidang industri strategis.
"Biasanya yang tadi disebutkan Presiden adalah pesawat dan juga anoa. Kalau anoa kan sudah dipakai oleh misi perdamaian PBB. Itu juga merupakan salah satu contoh barang yang dipakai misi perdamaian kita dan kita tawarkan juga kepada Niger," ucap dia.
Lebih lanjut, Retno menyampaikan pemerintah Indonesia dapat membagi pengalamannya dalam hal counter terrorism. Salah satunya yakni program deradikalisasi serta upaya pemerintah bekerjasama dengan organisasi masyarakat, organisasi Islam, dan keluarga untuk memberantasi aksi terorisme.
"Jadi penggunaan soft powerdalam countering terorism itu juga salah satu yang tidak semua negara memiliki. Oleh karena itu, kita bisa share dengan mereka," kata Retno.