Selasa 23 Jan 2018 00:31 WIB

Kedubes AS di Yerusalem akan Dibuka Sebelum Akhir 2019

Wapres Pence menyampaikan rencana pembukaan Kedubes AS ini dihadapan anggota Knesset.

Rep: Marniati/ Red: Nidia Zuraya
bendera Israel dan AS
bendera Israel dan AS

REPUBLIKA.CO.ID,TEL AVIV -- Wakil Presiden AS Mike Pence mengadakan sesi khusus dengan parlemen Israel atau Knesset pada hari pertama kunjungannya di Israel. Dalam sambutannya, wakil presiden tersebut mengatakan AS akan membuka kedutaan besarnya di Yerusalem sebelum akhir 2019.

"Amerika Serikat telah memilih fakta tentang fiksi dan faktanya adalah satu-satunya fondasi sejati untuk perdamaian yang adil dan abadi Yerusalem adalah ibu kota Israel. Dalam beberapa pekan ke depan, pemerintahan kita akan melanjutkan rencananya untuk membuka Kedutaan Besar AS di Yerusalem -dan Kedutaan Besar akan dibuka pada akhir tahun depan," katanya seperti dilansir AP, Senin (22/1).

Saat Pence memulai pidatonya, sekelompok anggota parlemen Arab memprotes dan segera dikeluarkan dari Knesset. Mereka menyuarakan ketidaksenangan mereka dengan memasang spanduk bertuliskan "Yerusalem adalah ibu kota Palestina"

Partai Arab di parlemen Israel memperingatkan sebelumnya bahwa ia akan memboikot kehadiran Pence. Pemimpinnya, Ayman Odeh, bersumpah bahwa mereka tidak akan tinggal diam terhadap pejabat AS yang dainggapnya berbahaya dan rasis.

"Saya di sini untuk menyampaikan satu pesan sederhana. Amerika berdiri dengan Israel. Kami berdiri dengan Israel karena tujuan Anda adalah tujuan kami, nilai-nilai Anda adalah nilai-nilai kami, dan pertarungan Anda adalah perjuangan kami. Kami berdiri bersama Israel karena kami percaya akan kesalahan, kebaikan atas kejahatan, dan kebebasan atas tirani," ujar Pence menanggapi penolakan dari parlemen Arab.

Dalam pidatonya, Pence juga meminta Israel dan Palestina untuk melanjutkan perundingan perdamaian. Ia mendesak pimpinan Palestina untuk kembali ke meja perundingan.

Menurutnya, perdamaian hanya bisa terjadi melalui dialog. Pence mengatakan AS akan mendukung solusi dua negara, namun hal ini hanya dapat dilakukan jika kedua belah pihak mendukungnya.

Pence menambahkan pengakuan Yerusalem sebagai ibukota Israel akan menciptakan sebuah kesempatan dalam negosiasi antara Israel dan Otoritas Palestina. "Kita berada di awal era diskusi baru untuk mencapai resolusi damai dalam konflik selama beberapa dekade," ujarnya.

Orang-orang Palestina mengatakan AS tidak dapat lagi menjadi mediator setelah mengakui Yerusalem sebagai ibukota Israel. Palestina juga menolak usulan damai yang disampaikan administrasi Trump. Palestina khawatir hal ini akan jauh dari harapan mereka untuk sebuah negara merdeka di Tepi Barat, sebelah timur Yerusalem dan Gaza, tanah yang rebut oleh Israel dalam perang 1967.

Saat kunjungannya ke Israel, Presiden palestina Mahmoed Abbas melakukan pertemuan dengan Menteri Luar Negeri Uni Eropa. Dalam kunjungannya Abbas mendesak negara-negara anggota UE untuk mengakui sebuah negara Palestina berdasarkan perbatasan 1967, dan meningkatkan keterlibatan dalam mediasi.

Di Brussels, diplomat tertinggi Uni Eropa Federica Mogherini mengatakan tujuan pertemuan tersebut untuk mendukung kerangka kerja internasional dalam perundingan langsung terlepas dari keputusan AS yang mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel.

"Satu-satunya solusi realistis dan pragmatis bagi Yerusalem harus melalui negosiasi langsung," kata Mogherini.

Sementara itu, warga Palestina di kota Bethlehem, Tepi Barat, memprotes kedatangan Pence dengan membakar poster Wakil Presiden AS tersebut. Di kota Nablus, Tepi Barat, puluhan warga Palestina meneriakkan nama Presiden Donald Trump dan menginjak foto Pence sebagai bentuk kemarahan.

"Trump you are pig. May God demolish your home. How mean you are!, teriak warga Palestina.

Sementara itu, Netanyahu mengatakan pengakuan Trump mengenai Yerusalem merupakan keputusan paling penting dalam sejarah Zionisme. "Tidak ada wakil presiden Amerika lainnya yang memiliki komitmen kepada orang-orang Yahudi," kata Netanyahu dalam pidatonya.

Ia mengatakan generasi selanjutnya akan mengingat bagaimana Presiden Trump dan wakilnya berdiri berdampingan dalam mengumumkan deklarasi tersebut. "Anda tidak hanya ada secara fisik sehingga Anda mendukung deklarasi tersebut dengan antusias dan dengan keyakinan, sesuatu yang menjadi ciri semua yang Anda lakukan, "kata Netanyahu.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement