Kamis 18 Dec 2014 04:30 WIB

Rakyat Pakistan Menanti Perlindungan Pemerintah

Rep: C97/ Red: Yudha Manggala P Putra
Pakistani civil society members take part in a candle light vigil for the victims of a school attacked by the Taliban in Peshawar, Tuesday, Dec. 16, 2014 in Islamabad, Pakistan.
Foto: AP/Anjum Raveed
Pakistani civil society members take part in a candle light vigil for the victims of a school attacked by the Taliban in Peshawar, Tuesday, Dec. 16, 2014 in Islamabad, Pakistan.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Hingga saat ini suasana mencekam masih menyelimuti Peshawar,  kota tempat pembantaian anak-anak di sekolah oleh Taliban. Fokus perhatian rakyat saat ini adalah upaya apa yang dilakukan oleh pemerintah untuk melindungi mereka.

Sebelumnya Perdana Menteri Nawaz Sharif telah menjanjikan upaya damai dengan Taliban agar tidak terjadi pembantaian di dalam negeri. Bahkan setelah dua kali ia menjabat, janji tersebut tidak juga terealisasikan.

Bahkan peristiwa pembantaian sekolah menjadi penyerangan paling ganas yang pernah terjadi di Pakistan. Sebanyak 132 siswa-siswi tewas diakibatkan oleh bom bunuh diri dan tembakan peluru.

Berdasarkan laporan perjalanan tim reuters ke lokasi pembantaian, kondisi sekolah terlihat sangat mengerikan dan kondisinya hampir hancur.

Lantainya licin dengan darah dan dinding dipenuhi lubang peluru. Ruangan kelas yang dipenuhi tas sekolah dibiarkan begitu saja dengan kursi-kursi yang rusak. Salah satu dinding pecah, karena bom bunuh diri. Bercak darah berceceran di atasnya. 

Sehari setelah serangan itu terjadi, kota menjadi sunyi senyap. Perdana Menteri Pakistan mengumumkan tiga hari berkabung nasional.

Masyarakat setempat masih merasakan kecemasan yang begitu dalam. Sebab pemerintah dianggap kurang mampu meredam keganasan Taliban.

“Orang-orang harus berhenti berdalih dan datang bersama-sama dalam menghadapi tragedi nasional,” ujar mantan Duta Besar Pakistan untuk Amerika Sherry Rehman kepada Reuters

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement