REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Baru dua bulan lalu, ia dipuji karena peran kepemimpinannya dalam protes yang menggulingkan rejim korup di Kirgiztan. Ia pun digadang-gadang bakal menjadi pemimpin pemerintahan yang bersih di negara di Asia Tengah itu.
Tetapi setelah kerusuhan brutal yang merenggut hampir 190 jiwa dan memicu pengungsian besar-besaran suku Uzbek di Selatan negara itu, popularitas Roza Otunbayeva tiba-tiba berubah seratus delapan puluh derajat. Presiden yang mahir berbahasa Inggris itu dipandang tak cakap mengendalikan negerinya.
Ironisnya, seruan bantuan pasukan perdamaian asing yang dilontarkannya ke Rusia, ditolak. Menambah kemerosotan pamor dirinya. ''Roza Otunbayeva tertekan,'' ungkap seorang pembantunya yang tak ingin disebutkan jati dirinya kepada AFP. ''Dia sudah mengakui kekalahan. Dan langkah selanjutnya, apakah ia berencana meninggalkan negeri ini atau mempertahankan jabatan, tidak jelas.''
Meskipun memakai kalung permata di lehernya, matanya yang cekung memperlihatkan betapa ia kurang tidur. Orang-orang di lingkaran dalamnya mengatakan kerusuhan tersebut mengejutkan Roza. ''Kami semua merasa sedih setelah kejadian di wilayah selatan,'' lirih Roza. ''Namun kami harus memandang masa depan dan mempersiapkan referendum, memikirkan masa depan demokratis negeri ini.''
Media, yang merasakan kelemahan Roza, mulai secara terbuka mengecamnya. Surat kabar Asman mempertanyakan bagaimana Presiden sementara tersebut, yang dua anaknya tinggal di Inggris, dapat memiliki rumah besar yang mewah di pinggiran kota London. Padahal, baru dua bulan lalu, banyak pengulas memuji Roza sebagai politikus yang fasih dan moderat di kalangan kelompok oposisi, yang sering bertengkar. Pergantian kekuasaan yang disambut baik setelah bertahun-tahun kekuasaan korup oleh pendahulunya Kurmanbek Bakiyev dan Askar Akayev.
Meskipun ia tak pernah dipandang sebagai pemimpin jangka panjang di negeri yang mayoritas penduduknya Muslim itu, banyak pengulas telah mengatakan Roza tampaknya mampu memimpin negeri tersebut melalui referendum dan jajak pendapat pada penghujung tahun ini. Sebagai seorang perempuan, Roza yang pada Agustus akan merayakan ulang tahun ke-60, adalah tokoh yang tak biasa bagi masyarakat di Asia Tengah. Di wilayah itu, hanya segelintir politikus perempuan yang bisa menduduki jabatan tinggi.
Kemarin, Roza meminta maaf kepada rakyatnya atas kerusuhan itu. Dia merasa sedih karena pemerintah telah ditinggal sendirian untuk menangani krisis tersebut dan berjanji akan menghukum mereka yang bertanggung jawab. Tetapi banyak pengulas mengatakan, pemerintahan Roza telah kehilangan kepercayaan karena terperosok ke dalam skandal korupsi dan membuat kerusuhan antaretnik bergolak hingga tak terkendali.
''Rakyat tak lagi mendukung (Roza) Otunbayeva,'' kritik pengulas politik, Marat Kazakbayev. ''Rakyat tak percaya kepada dia," tambah seorang pengulas lain, Sergei Masaulov. ''Rakyat di bagian selatan secara terbuka mencela dia karena tidak meletakkan jabatan dan tak bertemu dengan rakyat di sana. Mereka sudah menuntut tindakan tangan besi militer guna memulihkan ketenangan. Pemerintah sementara tak menangani kerusuhan itu,'' tambah Masaulanov.