Sabtu 19 Jun 2010 20:39 WIB

PBB Serukan Bantuan Darurat 71 Juta Dolar untuk Kyrgyzstan

REPUBLIKA.CO.ID,PBB--PBB  meluncurkan permintaan darurat 71 juta dolar bagi bantuan kemanusiaan untuk Kyrgyzstan, tempat sekitar 400.000 orang terlantar karena kekerasan etnik, kata Sekjen PBB, Jumat. "Pada saat ini juga OCHA meluncurkan permintaan kilat 71 juta dolar untuk Kyrgyzstan," kata Ban Ki-moon pada wartawan. OCHA adalah badan r PBB untuk Koordinasi Urusan Kemanusiaan, yang kini dipimpin  John Holmes.

Holmes "sekarang akan bertemu dengan negara-negara anggota donor", katanya. "Permintaan untuk Uzbekistan akan dikeluarkan awal pekan depan."

Ban menjelaskan ada kekurangan pangan, air dan listrik di sejumlah bagian Kyrgyzstan karena penjarahan, kurangnya pasokan dan pembatasan terhadap gerakan."Rumah sakit dan lembaga lainnya menipis dalam pasokan medisnya," ujarnya.

Ban mengatakan sekitar 300.000 orang telah terlantar di Kyrgyzstan dan sebanyak 100.000 orang melarikan diri ke Uzbekistan, negara tetangganya, tempat sekitar 80.000 orang ditempatkan di kamp-kamp pengungsi.

"Puluhan ribu orang lagi menurut laporan sedang menunggu untuk melintas perbatasan," kata Ban.

Sekjen PBB itu menjelaskan, ia telah menghubungi pemimpin semetara Kyrgyzstan, Roza Otunbayeva, Presiden Uzbekistan Islam Karimov, dan pemimpin lainnya "untuk memeriksa opsi untuk memulihkan ketertiban, mencegah kematian lagi dan mengkoordinasikan bantuan kemanusiaan".

OCHA dalam sebuah pernyataan menyebutkan  permintaan  sebesar 71,15 juta dolar  itu  akan memberi bantuan pada hampir 1,1 juta orang yang terkena oleh kekerasan itu selama enam bulan ke depan."Saya terkejut dengan luasnya kekerasan dan ngeri dengan kematian dan luka-luka, pembakaran rumah yang meluas, kekerasan seksual, penjarahan terhadap properti negara, komersial dan swasta serta penghancuran infrastruktur," kata Holmes.

"Saya oleh karena itu minta para donor dan pendukung untuk menjamin bahwa permintaan kilat untuk Kyrgyzstan ini menerima tanggapan yang banyak sekali dan cepat."

sumber : ant/AFP
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement