Jumat 12 Nov 2010 00:06 WIB

Separuh Warga AS Tak Pahami Kerukunan Antarumat

ilustrasi
ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Kerukunan hidup antarumat beragama di Indonesia ternyata tidak dipahami sebagian orang di Amerika Serikat, demikian kesimpulan dialog antarkeyakinan atau forum interfaith dialogue yang diselenggarakan di Athens,Georgia, Amerika Serikat.

"Mereka banyak yang keliru. Mereka sebelumnya mengira bahwa Islam di Indonesia berpikiran sempit, terkotak-kotak, suka kekerasan dan bermusuhan dengan kelompok yang tidak seiman dengan mereka. Padahal tidaklah demikian," kata Konsul Jenderal RI di Houston, Texas, AS, Al Busyra Basnur, Kamis (11/11), mengutip kesimpulan dari sejumlah peserta yang menghadiri forum itu.

Forum pertama diadakan di kampus University of Georgia (UGA), Selasa (9/11), yang dihadiri sekitar 150 orang, dan forum kedua di Catholic Center of UGA, dihadiri oleh sekitar 125 orang. "Mereka adalah mahasiswa, dosen, pimpinan Universitas serta tokoh agama dan masyarakat," ujar Konjen Al Busyra Basnur.

Tampil sebagai pembicara dalam dialog tersebut adalah Dr. Syafa`atun Almirzanah, Ph.D (UIN Sunan Kalijaga), Dr. M. Syafi`i Anwar (Pusat Internasional mengenai Islam dan Pluralisme) dan Ignatius Sumartono (KWI). Ketiga pembicara antara lain memaparkan agama dan para pemeluknya di Indonesia. Selain itu, disampaikan pula tentang realita kehidupan antarumat beragama di Indonesia yang rukun, saling cinta sesama dan memberikan kontribusi yang besar bagi pembangunan bangsa dan negara.

Menjawab pertanyaan peserta tentang konflik antaragama yang terjadi di Indonesia beberapa waktu lalu, pembicara menjelaskan bahwa munculnya konflik tersebut disebabkan adanya kepentingan kelompok tertentu dalam masyarakat. Konflik itu telah dapat diatasi oleh pemerintah dengan baik. Sekarang mereka hidup secara damai dalam suasana yang kondusif.

Dr. Alan A. Godlas dari Universitas Georgia yang menjadi moderator dalam kedua dialog itu mengatakan bahwa kerukunan antarumat beragama dan Islam di Indonesia, perlu disebarluaskan di kalangan masyarakat Amerika Serikat. Sebab, Islam di Indonesia berbeda dari Islam di negara-negara lain. "Karena itu, frekuensi saling kunjung tokoh masyarakat, khususnya tokoh agama di kedua negara perlu ditingkatkan," tegas Godlas.

Kegiatan dialog antarkeyakinan (interfaith dialogue) ini merupakan program Kementerian Luar Negeri RI, diselenggarakan bekerja sama dengan Konsulat Jenderal RI di Houston dan Universitas Georgia, Athens.

sumber : antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement