Rabu 09 May 2018 15:29 WIB

Facebook Hadapi Skandal Pencurian Data, Apa Reaksi Pengguna?

Seperempat pengguna di AS semakin sering menggunakan Facebook.

Rep: Fira Nursya'bani/ Red: Nur Aini
Jutaan data dari akun Facebook digunakan oleh Cambridge Analytica
Foto: Reuters/Dado Ruvic
Jutaan data dari akun Facebook digunakan oleh Cambridge Analytica

REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK -- Sebagian besar pengguna Facebook di Amerika Serikat (AS) tampaknya masih tetap setia pada jejaring sosial itu. Mereka tidak terdampak skandal pencurian data oleh perusahaan konsultasi politik Cambridge Analytica, yang mengambil data jutaan akun pengguna tanpa izin.

Facebook menghadapi tekanan sejak mengatakan Cambridge Analytica telah memperoleh data pribadi melalui aplikasi kuis yang terhubung ke Facebook, pada Maret lalu. Anggota parlemen AS menginterogasi CEO Facebook Mark Zuckerberg selama dua hari tentang masalah tersebut.

Namun, jajak pendapat yang dilakukan Reuters/Ipsos yang dirilis pada Ahad (6/5) menunjukkan, Facebook sejauh ini tidak merasakan efek yang sangat buruk dari skandal itu. Jajak pendapat nasional yang dilakukan pada 26-30 April secara daring (online) menemukan, sekitar setengah pengguna Facebook di Amerika mengatakan mereka masih menggunakannya dengan aktif.

Seperempat lainnya bahkan mengaku semakin sering menggunakan Facebook. Hanya sekitar seperempat pengguna yang berhenti membuka Facebook dan menghapus akun mereka.

Jajak pendapat tersebut menunjukkan, orang yang menggunakan Facebook lebih sering dan orang yang menutup akun Facebook berada dalam jumlah yang seimbang. Facebook tidak merasakan banyak kehilangan atau keuntungan yang jelas.

Di antara semua orang dewasa yang disurvei, 64 persen mengatakan mereka membuka Facebook setidaknya sekali sehari. Angka itu turun sedikit dari 68 persen yang mengatakan demikian dalam jajak pendapat serupa yang dilakukan pada akhir Maret lalu, tak lama setelah media melaporkan pencurian data oleh Cambridge Analytica.

Analis Michael Pachter dari Wedbush Securities mengatakan, Facebook beruntung karena data pengguna tampaknya hanya digunakan untuk tujuan politik dan bukan tujuan keji lainnya.

"Saya belum membaca artikel yang mengatakan satu orang telah dirugikan oleh pelanggaran itu," ujar Pachter.

Facebook menolak berkomentar mengenai hasil jajak pendapat tersebut. Para petingginya telah meminta maaf atas insiden kebocoran data itu dan berjanji untuk menyelidiki pihak yang mengumpulkan data pengguna Facebook.

Skandal Cambridge Analytica muncul pada 16 Maret lalu, hingga memicu kampanye #deletefacebook di jejaring sosial Twitter. Namun, dalam laporan kuartal pertamanya, Facebook mengatakan jumlah pengguna bulanan di AS dan Kanada justru meningkat menjadi 241 juta akun pada 31 Maret dari 239 juta akun pada 31 Desember.

Menurut jajak pendapat tersebut, banyak pengguna Facebook mengatakan mereka tahu bagaimana menjaga informasi pribadi mereka di Facebook daripada di platform media sosial lainnya seperti Snapchat, Instagram, Pinterest, dan Tumblr.

Sebanyak 74 persen pengguna Facebook mengatakan mereka mengetahui cara mengatur privasi akun mereka saat ini. Sedangkan, 78 persen mengatakan mereka tahu bagaimana cara mengubahnya.

Sebagai perbandingan, hanya 60 persen pengguna Instagram yang mengatakan mereka tahu mengenai pengaturan privasi akun mereka saat ini dan hanya 65 persen yang mengatakan mereka tahu bagaimana cara mengubahnya. Sementara di Twitter, hanya 55 persen pengguna yang tahu mengenai pengaturan privasi akun mereka, dan hanya 58 persen yang tahu cara mengubahnya.

Jajak pendapat Reuters/Ipsos dilakukan dalam bahasa Inggris di seluruh AS. Jajak pendapat tersebut berhasil mengumpulkan tanggapan dari 2.194 orang dewasa, termasuk 1.938 pengguna Facebook, 1.167 pengguna Twitter, dan 1.237 pengguna Instagram.

sumber : Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement