Selasa 18 Sep 2018 15:37 WIB

AS Tuding Rusia Langgar Resolusi PBB untuk Sanksi Korut

AS mengklaim telah melacak 148 kasus pelanggaran Rusia terhadap sanksi Korut.

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Nur Aini
Bendera Rusia dan Amerika Serikat.
Foto: Euromaidan Press
Bendera Rusia dan Amerika Serikat.

REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK -- Amerika Serikat menuduh Rusia melanggar resolusi Dewan Keamanan PBB tentang sanksi terhadap Korea Utara (Korut). AS mengklaim memiliki bukti pelanggaran Rusia yang konsisten dan luas.

Tudingan tersebut dilayangkan AS ketika Dewan Keamanan PBB menggelar pertemuan untuk membahas sanksi Korut pada Senin (17/9). “Rusia harus menghentikan pelanggarannya terhadap sanksi Korut. Pelanggarannya bukan satu-satunya, mereka sistematis,” ujar Duta Besar AS untuk Nikki Haley.

Ia mengatakan, AS telah melacak 148 kasus pelanggaran Rusia terhadap sanksi Korut pada 2018. Itu termasuk pengiriman bahan bakar minyak oleh kapal-kapal tanker ke Pyongyang. Menurut Haley, Rusia juga berusaha mendorong perubahan laporan independen PBB tentang pelanggaran sanksi tersebut guna menutupi apa yang telah dilakukannya.

Haley mengatakan saat ini pembicaraan AS dengan Korut masih sensitif dan pelik. Oleh sebab itu, merupakan langkah keliru bila pengurangan sanksi Korut dilakukan dalam situasi demikian.

Sementara, Duta Besar Rusia untuk PBB Vassily Nebenzia mengkritik Haley karena telah memantik ketegangan. Ia turut merespons tudingan Haley tentang pengiriman bahan bakar minyak ke Korut oleh kapal tanker Rusia. Nebenzia menyatakan, dalam laporan yang telah disusun tim independen PBB, hal itu bukan pelanggaran. 

Rusia telah menyerukan pengurangan sanksi terhadap Korut guna mencapai denuklirisasi. Hal itu kembali ditegaskan oleh Nebenzia. “Tidak mungkin untuk mencapai kesepakatan jika Anda tidak menawarkan apa pun sebagai imbalan atas permintaan Anda,” kata Nebenzia, menunjukkan bahwa langkah membangun kepercayaan dapat dilakukan Korut dan Korea Selatan (Korsel) menandatangani perjanjian damai.

Sementara, Duta Besar Cina untuk PBB Ma Zhaoxu mengatakan selama ini negaranya mematuhi dan menerapkan sanksi terhadap Korut. Kendati demikian, menurutnya, hal itu tidak dapat terus menerus dilakukan. Harus ada kemajuan dalam proses negosiasi.

Ia mendesak Dewan Keamanan PBB tetap bersatu dalam menangani masalah ini. “Berusaha memaksa tidak akan membawa apa-apa, kecuali konsekuensi yang buruk,” ujar Ma.

Cina sejalan dengan Rusia dalam menyerukan pengurangan sanksi terhadap Korut. Kedua negara telah menyarankan Dewan Keamanan PBB melakukan itu setelah Presiden AS Donald Trump bertemu pemimpin tertinggi Korut Kim Jong-un di Singapuran pada Juni lalu. Setelah pertemuan itu, Kim berjanji akan melakukan denuklirisasi.

Presiden Korsel Moon Jae-in tengah melakukan kunjungan ke Pyongyang. Ia akan berada di sana selama tiga hari. Kunjungan itu akan dimanfaatkan Moon untuk memajukan pembicaraan dan perundingan denuklirisasi Semenanjung Korea dengan Kim Jong-un.

Di sisi lain, Moon pun hendak mempromosikan kembali dialog antara AS dan Korut. Sebab menurutnya, pembicaraan antara kedua negara itu diperlukan guna memajukan proses denuklirisasi di Semenanjung Korea.

sumber : Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement