Selasa 11 Dec 2018 18:35 WIB

AS Kembalikan Lonceng Perang ke Filipina Setelah Satu Abad

Penyerahan lonceng sebagai isyarat persahabatan kedua negara.

Rep: Fira Nursya'bani/ Red: Nur Aini
Bendera Amerika Serikat
Bendera Amerika Serikat

REPUBLIKA.CO.ID, MANILA -- Tiga lonceng gereja 'Bells of Balangiga' yang disita oleh pasukan Amerika sebagai tropi perang lebih dari seabad lalu, telah dikembalikan ke Filipina pada Selasa (11/12). Pengembalian itu telah lama diminta oleh para pemimpin Filipina, termasuk Presiden Rodrigo Duterte, yang kritis terhadap Washington dan memilih lebih dekat ke Cina.

Para pejabat pertahanan AS dan duta besar AS untuk Filipina menyerahkan kembali Bells of Balangiga kepada kepala pertahanan Filipina. Penyerahan dilakukan dalam sebuah upacara di pangkalan angkatan udara di ibu kota Manila.

"Suatu kehormatan besar bagi saya berada di sini pada penutupan bab yang menyakitkan dalam sejarah kami. Hubungan kami telah bertahan dalam ujian sejarah dan telah berkembang hari ini," kata Duta Besar AS untuk Filipina, Sung Kim.

Menteri Pertahanan AS James Mattis mengatakan serah terima itu adalah isyarat penting persahabatan kedua negara dan merupakan kepentingan keamanan nasional AS. Meski demikian, beberapa veteran dan pejabat AS menentang dikembalikannya lonceng tersebut dan menyebut lonceng itu sebagai peringatan bagi korban perang Amerika.

Lonceng itu dihormati oleh orang-orang Filipina sebagai simbol kebanggaan nasional. Kedatangan ketiga benda bersejarah itu dalam sebuah pesawat angkut militer AS dan upacara serah terimanya ditampilkan langsung di TV nasional Filipina.

Dua lonceng telah ditampilkan selama beberapa dekade di Pangkalan Angkatan Udara F.E. Warren di Cheyenne, Wyoming. Sementara yang ketiga disimpan oleh Angkatan Darat AS di Korea Selatan (Korsel).

Setelah dijajah oleh Spanyol selama lebih dari tiga abad, Filipina menjadi jajahan AS pada 1898 di era kolonial baru yang dimulai dengan pecahnya Perang Filipina-Amerika.

Tentara pendudukan Amerika mengambil lonceng itu dari sebuah gereja Katolik setelah mendapat serangan dari warga desa Filipina yang menggunakan parang. Serangan itu menewaskan 48 tentara AS di Kota Balangiga di Pulau Samar pada 1901.

"Amerika membalas, dilaporkan membunuh ribuan penduduk desa di atas usia 10 tahun, dan seorang jenderal AS, Jacob Smith, memerintahkan Pulau Samar untuk diubah menjadi padang gurun," kata sejarawan Rolando Borrinaga.

Presiden Filipina Rodrigo Duterte, yang telah memiliki sikap antagonis terhadap AS dan merevitalisasi hubungan dengan Cina dan Rusia, telah meminta Washington untuk mengembalikan lonceng tersebut ke Filipina.

“Beri kami kembali lonceng Balangiga itu. Itu adalah bagian dari warisan nasional kita,” kata Duterte dalam pidatonya tahun lalu, yang dihadiri oleh duta besar AS dan diplomat lainnya.

Duterte membahas mengenai kekerasan yang dilakukan oleh Amerika di Balangiga dan Pulau Jolo selatan pada awal 1900-an. Pengembalian lonceng dilakukan setelah AS melakukan amandemen undang-undangnya yang melarang dikembalikannya peninggalan perang ke negara-negara asing.

Para pejabat Filipina yang dipimpin oleh Duterte akan menyerahkan lonceng itu pada Sabtu (15/12) kepada para pejabat gereja di Balangiga.

"The Bells of Balangiga akan sekali lagi mengingatkan orang-orang Balangiga tentang apa yang terjadi di alun-alun kota lebih dari satu abad yang lalu. Tapi kami juga akan melihat sejarah itu dengan lebih banyak pemahaman dan penerimaan," ujar Menteri Pertahanan Filipina Delfin Lorenzana.

sumber : AP
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement