Selasa 05 Jun 2018 19:15 WIB

Pakistan Tolak Perang dengan India di Kashmir

Pakistan meminta India menghormati komitmen gencatan senjata di Kashmir.

Rep: Fira Nursya'bani/ Red: Nur Aini
Tentara India di Kashmir. Pemerintah India menyerukan gencatan senjata di Kashmir selama Bulan Ramadhan, Kamis (17/5).
Foto: NDTV.com
Tentara India di Kashmir. Pemerintah India menyerukan gencatan senjata di Kashmir selama Bulan Ramadhan, Kamis (17/5).

REPUBLIKA.CO.ID, ISLAMABAD -- Militer Pakistan mengatakan tidak ada ruang untuk perang dengan negara tetangganya di wilayah timur, India. Pakistan menyerukan kepada saingan regionalnya itu untuk menghormati komitmen gencatan senjata di wilayah sengketa Kashmir yang dibuat pekan lalu.

Berbicara dalam konferensi pers pada Senin (4/6), juru bicara militer Pakistan Mayor Jenderal Asif Ghafoor mengatakan dia berharap semua masalah dengan India dapat diselesaikan melalui dialog. "Perang adalah kegagalan diplomasi. Kami adalah dua negara nuklir, tidak ada ruang untuk perang. Jadi dialog terus berlanjut. India selalu mundur dari dialog, tidak dengan Pakistan," kata Ghafoor, dikutip Aljazirah.

India dan Pakistan memperoleh kemerdekaan dari Inggris pada 1947. Kedua negara itu telah berperang sebanyak tiga kali, yang dua di antaranya terjadi di wilayah Kashmir utara yang disengketakan. Meski keduanya mengklaim seluruh wilayah Kashmir, tetapi mereka telah mengatur bagian-bagian terpisah.

Pakistan dan wilayah Kashmir yang dikelola India dibagi oleh Line of Control (LoC), perbatasan yang dijaga dengan personel militer bersenjata dari kedua belah pihak. Gencatan senjata telah ditandatangani pada 2003, tetapi masih sering dilanggar dalam beberapa tahun terakhir.

Ghafoor mengatakan, tahun ini pasukan India melepaskan tembakan ke Line of Control di sisi Pakistan sebanyak 1.577 kali. Aksi itu telah menewaskan 48 orang dan melukai lebih dari 265 orang.

Sementara Kementerian luar negeri India mengatakan Pakistan telah melanggar gencatan senjata setidaknya 1.088 kali pada 2018. Pelanggaran itu menewaskan 36 orang dan melukai 127 lainnya.

Pada 29 Mei lalu, militer India dan Pakistan memperbarui komitmen mereka terhadap gencatan senjata 2003. "Kedua (perwira militer senior) setuju jika ada masalah, maka akan diselesaikan melalui pemanfaatan mekanisme kontak hotline yang ada dan pertemuan di perbatasan oleh tingkat komandan setempat," kata pernyataan yang dikeluarkan militer Pakistan.

Dalam konferensi persnya, Ghafoor juga berbicara tentang banyaknya tekanan dalam hubungan antara Pakistan dengan Amerika Serikat (AS), terkait perang melawan kelompok bersenjata. "Ada banyak dialog yang terjadi di tingkat diplomatik dan juga bantuan keamanan," ungkapnya..

AS menuduh Pakistan memberikan perlindungan terhadap kelompok-kelompok bersenjata, termasuk Taliban dan Jaringan Haqqani, yang sedang berperang di Afghanistan. Pada Januari lalu, Presiden AS Donald Trump memotong dana bantuan keamanan untuk Pakistan sebesar 1,1 miliar dolar AS terkait masalah ini.

Pakistan membantah tuduhan itu, dan Ghafoor menegaskan kembali posisi Pakistan. "Sebelum operasi militer 2014, masalah itu adalah masalah kapasitas, bukan kehendak. Tetapi sejak 2014 dan seterusnya, kami telah mengusir semua organisasi teroris secara keseluruhan, dan saat ini tidak ada infrastruktur terorganisir dari organisasi teroris manapun, termasuk Jaringan Haqqani di Pakistan," kata Ghafoor.

Ia kemudian menghubungkan kehadiran sisa anggota kelompok teroris itu dengan kehadiran pengungsi Afghanistan di Pakistan. Menurutnya, kamp pengungsi memungkinkan kelompok pemberontak untuk beroperasi.

Pakistan adalah rumah bagi sekitar 1,4 juta pengungsi Afghanistan yang terdaftar, menurut badan pengungsi PBB. Meski sering melakukan penggerebekan teroris di kamp pengungsian, militer Pakistan belum secara terbuka menuntut pengungsi yang bersekongkol dengan militan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement