Sabtu 04 Jun 2016 19:32 WIB

Muhammad Ali, Perjuangan Kulit Hitam, dan Islam

Muhammad Ali berdoa usai mengalahkan George Foreman pada 1974
Foto:
Muhammad Ali (tengah)

Usaha awal Ali memperjuangkan hak sipil sebagai kulit hitam ditegaskannya dengan keputusan menolak ikut dalam perang Vietnam. Sebuah kata-kata pedas lantas diucapkan Ali.

"Saya tak pernah punya persoalan dengan Vietkong. Sebab mereka tak pernah menyebut saya negro. Kulit putihlah musuh saya," kata Ali merujuk pada sikap rasialisme yang saat itu masih dilakukan kulit putih Amerika kepada masyarakat Afro-Amerika.

Sontak, pernyataan Ali menimbulkan kemarahan di masyarakat Amerika. Namun, sebagian lagi menjadi berkaca bahwa praktik rasialisme masih terjadi di seluruh penjuru negara.

Sikap Ali itu membuatnya dibuang dari ring tinju. Amerika menyatakan haram bagi Ali menginjak ring tinju selama tiga tahun lamanya. Tak hanya itu, kritik Ali soal perang Vietnam dan rasialisme juga membuatnya dijebloskan ke penjara.

Tetapi, berkat sikap Ali itu,  banyak aktivis, mahasiswa, hingga penggemar tinju yang beralih mendukungnya. Seperti aksi 4.000 mahasiswa Howard University yang meminta hak Ali sebagai petinju dan manusia dipulihkan Amerika.

Sebab, bagi para mahasiswa itu, melarang Ali bertinju juga berarti merenggut hak seluruh warga Amerika untuk menyaksikan petinju terbaiknya. "Hitam adalah yang terbaik!" begitu teriakan yang dipekikkan oleh mereka.

Pada akhirnya, dukungan pada Ali menguat ke seantero Amerika. Pada 1971, Ali melakukan usaha konstitusi menggugat Amerika atas hukuman yang selama ini diterima.

Akhirnya, gugatan itu menjadi salah satu kemenangan terbesar Ali. Sebab, Ali dinyatakan bebas dan menang atas Pemerintah Amerika. Ini sekaligus menjadi sebuah bukti monumental keberhasilannya melawan ketidakadilan negara.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement