Selasa 27 Jun 2017 00:37 WIB

Pengadilan Berlakukan Kembali Kebijakan Imigrasi Trump

Pengunjuk rasa memprotes kebijakan imigrasi yang diterapkan oleh Presiden Amerika Serikat Donald Trump.
Foto: Ringo Chiu/Reuters
Pengunjuk rasa memprotes kebijakan imigrasi yang diterapkan oleh Presiden Amerika Serikat Donald Trump.

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Mahkamah Agung (MA) Amerika Serikat memutuskan untuk mengizinkan pemerintahan Donald Trump memberlakukan kebijakan larangan perjalanan (travel ban), pada Senin (26/6) waktu setempat. Trump menerapkan kebijakan larangan masuk ke Amerika bagi wisatawan dari enam negara, yang sebagian besar negara-negara Muslim, dan pengungsi. 

Penerapan kebijakan larangan perjalanan ini berlaku sementara. Pengadilan tertinggi di Amerika itu akan mempertimbangkan apakah kebijakan Trump harus ditegakkan atau dibatalkan pada Oktober mendatang. 

Dengan putusan ini, selama musim panas, Trump bisa menerapkan larangan masuk ke Amerika selama 90 hari bagi warga Iran, Libia, Suriah, Somalia, Sudan, dan Yaman. Pemerintah AS juga dapat melarang masuk selama 120 hari bagi semua pengungsi.

Dilansir dari Washington Post pada Selasa (27/6), pengadilan membuat pengecualian penting dalam putusannya. Larangan tersebut tidak dapat diterapkan terhadap warga negara asing yang memiliki hubungan yang dapat dipercaya dengan seseorang atau entitas di Amerika Serikat. Hubungan yang dapat dipercaya itu di antaranya keluarga dan sekolah. 

Pengadilan menjelaskan larangan ini tidak berlaku kalau seorang warga neara, yang termasuk pada kebijakan larangan perjalanan, ingin mengunjungi atau tinggal dengan anggota keluarganya yang berada di Amerika Serikat. Larangan juga tidak berlaku bagi mahasiswa yang sudah diterima di universitas di Amerika. 

Pengadilan mengatakan akan mendengar keterangan pemerintah pada persidangan Oktober mendatang. Sebelum persidangan itu, hakim mememinta pemerintah meninjau ulang kebijakan tersebut. 

Pengadilan meminta pemerintah untuk benar-benar melakukan pengkajian atas kebijakan tersebut, sebelum musim gugur mendatang. Hakim Clarence Thomas, Samuel A Alito Jr, dan Neil M Gorsuch yang memutus perkara ini mengatakan pengecualian dalam putusan tersebut sebagai bentuk kompromi. 

Para hakim menjelaskan izin dari pengadilan bakal membebani pemerintah dengan tugas menentukan apakah warga negara yang ingin memasuki Amerika Serikat memiliki hubungan yang dapat dipercaya dengan seseorang atau entitas di negara ini. 

Hakim memprediksi kompromi semacam itu akan menyebabkan sebuah "banjir permohonan ke pengadilan" mengenai apa yang merupakan "hubungan yang kredibel" sebelum keseluruhan kasus diselesaikan pada musim gugur mendatang. 

Pekan lalu, Trump mengatakan larangan tersebut akan diberlakukan 72 jam setelah mendapat persetujuan dari pengadilan. 

Larangan perjalanan menjadi tidak pasti setelah pengadilan federal di Hawaii dan Maryland membatalkan kebijakan itu. Hakim di pengadilan federal, yang merupakan pengadilan tingkat banding, menganggap peraturan tersebut diskriminatif. 

Presiden AS Donald Trump mengeluarkan kebijakan larangan perjalanan itu pada 6 Maret lalu. Kebijakan ini sebagai pengganti aturan yang dikeluarkan pada 27 Januari 2017, atau satu pekan setelah dia menjadi presiden. Namun, aturan pertama ini dibatalkan oleh pengadilan. 

Trump mengeluarkan aturan larangan penerbangan karena kekhawatiran internasional atas serangan yang dilakukan oleh militan Islam seperti di Paris, London, Brussels, Berlin dan kota lainnya. Pemerintah AS mengatakan perlu ada larangan perjalanan sebelum menerapkan langkah-langkah pemeriksaan yang lebih ketat, termasuk pertanyaan tambahan untuk pemohon visa.

sumber : Washington Post
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement