Rabu 22 Jun 2011 08:21 WIB

Kisah TKW di Libya: Antara Hidup dan Mati di Tripoli

Red: cr01
Pemberontak Libya menembakkan roket di medan tempur barat Misrata, Libya.
Foto: AP
Pemberontak Libya menembakkan roket di medan tempur barat Misrata, Libya.

REPUBLIKA.CO.ID, TRIPOLI - KBRI Tunis kembali mengevakuasi seorang warga negara Indonesia (WNI) dari Libya, Nurhayati binti Mamad, yang sejak pecahnya perang saudara di negara itu merasa berada di antara hidup dan mati.

Nurhayati yang berasal dari Cianjur, Jawa Barat, berhasil masuk ke wilayah Tunisia, Ahad (19/6), sekitar pukul 14.00 waktu setempat. Ia telah bekerja di Libya sejak bulan Februari 2008. Ia berhasil keluar dari Tripoli diantarkan sopir suruhan Mohamad Abdelhafiz, pemilik gedung KBRI Tripoli. Abdelhafiz diangkat sebagai staf honorer KBRI Tripoli guna membantu misi perlindungan dan evakuasi WNI dari Libya.

Menurut Nurhayati, kondisi pekerjaan di Libya sebenarnya baik. Majikannya adalah salah seorang pengawal Muammar Qaddafi, yang selalu bersikap baik kepadanya dan 37 pembantu lain di rumahnya.

Selain gaji bulanan, Nurhayati sering diberi bonus untuk kebutuhan komunikasi dan lainnya senilai 200-300 dinar Libya. Saat itu 1 dolar AS sama nilainya dengan 1,25 dinar Libya. "Namun sejak pecahnya perang, semua orang merasa terancam," ujarnya.

Nurhayati menuturkan, sejak pecahnya konflik bulan Februari lalu, keadaan di Libya bagaikan antara hidup dan mati. "Setiap bom jatuh, semua orang di rumah berlarian dan menjerit-jerit ketakutan. Ada yang tiarap di mana saja, ada yang berlari ke kebun, dan melakukan hal-hal yang aneh sambil menangis."

Di daerah tempat tinggalnya di kawasan Qasr bin Gashir yang tidak jauh dari bandara Libya, terdapat satu kompleks militer yang menjadi sasaran pemboman jet-jet tempur NATO.

Dia sering menyaksikan secara langsung pesawat-pesawat NATO yang menjatuhkan bom bertubi-tubi di kawasan tersebut. "Dalam satu jam bisa sampai 25 bom yang dijatuhkan. Pemboman bisa terulang antara 6-15 kali dalam sehari," tuturnya.

Pernah suatu kali Nurhayati mengungsi ke Gergaresh karena bom jatuh sampai sekitar 60 kali sehari. KBRI Tunis yang berkoordinasi dengan Mohamad Abdelhafiz memutuskan mengevakuasinya, walau cuma seorang diri. Nurhayati lalu diantar ke perbatasan Ras Jedir oleh orang kepercayaan Abdelhafiz.

Perjalanan dari Tripoli ke perbatasan cukup lancar walau di sepanjang perjalanan penuh dengan pasukan, namun dia hanya mengalami sekitar 10 kali pemeriksaan. Para penjaga membiarkan rombongan ini lewat setelah mengetahui kendaraan tersebut adalah misi dari KBRI Tripoli untuk mengantarkan TKW ke Tunisia.

Duta Besar Indonesia di Tunisia, M Ibnu Said, menyambut kedatangan Nurhayati. Ia mengharapkan agar para TKW yang masih berada di Libya dapat segera masuk ke KBRI Tripoli sehingga bisa langsung dievakuasi ke Tunisia, mengingat kondisi kemanan di negara tersebut yang semakin tidak menentu.

sumber : Antara

Seberapa tertarik Kamu untuk membeli mobil listrik?

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement