REPUBLIKA.CO.ID, YERUSALEM - Pengacara, Yair Nehorai tidak pernah sesibuk seperti hari ini. "Ada trend ekstremisem di komunitas ultra-ortodok," ujarnya. "Radikal ini hanya sedikit di masa lalu, namun mereka ini menjadi semakin penting." ujarnya. Banyak Yahudi ortodok sebenarnya ditentang karena kefanatikan moral mereka yang cenderung meneror. "Namun sedikit yang berani menantang mereka secara terbuka," ujarnya.
Sekolah agama dan sinagoga telah lama menjadi fasilitas bagi satu gender. Namun pemisahan gender kian meluas, didesakkan pada penerapan tempat duduk bus beberapa tahun lalu. Pertama hanya satu bis yang dinyatakan 'kosher'. Lama kelamaaan, lebih dari 60 rute bus para pria duduk di bangku depan dan wanita di belakang.
Pemerintah nyaris tak melakukan apa pun, hingga sebuah organisasi wanita membawa kasus itu ke Mahkamah Agung. Akhirnya diputuskan lebih dari satu tahun lalu bahwa pengaturan pemisahan tempat duduk hanya dibolehkan secara suka rela, bukan kewajiban.
Dalam keputusan itu pun terlihat bahwa pengadilan juga enggan mengambil posisi tegas dalam konflik antara segmen agamis dan sekuler di masyarakat. Akhirnya bukan hanya bus, antrian di supermarket, ruang tunggu rumah sakit dan perayaan pernikahan, bila itu di lingkungan ortodok, pasti ada pemisahan gender. Tentu saja dilakukan atas kerelaan warga dan itu dipandang norma seharusnya oleh Yahudi Ortodok.
Namun pemisahan gender itu menjadi kian meluas keluar lingkungan ketika Heredim--sebutan sifat Tuhan yang ditakuti di Yahudi, yang dilabelkan pada Yahudi ultra-ortodok--mulai hidup. Wanita-wanita mulai menghilang dari poster-poster di Jerusalem. Kolam renang di universitas memiliki jadwal terpisah antara pengguna laki-laki dan wanita.
Masyarakat pemakaman pun melarang wanita memberikan belasungkawa dengan mengikuti prosesi penguburan jenazah. Peristiwa terkini, dalam penganugerahan penghargaan oleh Menteri Kesehatan, para periset wanita yang mendapat penghargaan, tidak diizinkan berjalan ke panggung. Deputi dalam Kementrian rupanya ultra-ortodok.
Kini muncul berbagai macam kampanye menentang gerakan para Yahudi ultra-ortodok. Para wanita menyanyi di jalanan dan menolak duduk di bangku belakang dalam bus. Beberapa ribu warga turun ke jalan dalam aksi menentang para radikal di Beit Shemes. Namun, kampanye itu pun seperti sulit untuk membalikkan tren ekstremisme.
Kian Menguat
Sebagai isu, bisa dibilang gerakan ini menjadi perab budaya yang kian menyebar setelah pendirian negara Israel. Pasalnya masih belum jelas apakah tujuan akhir ideologi negara Israel: menjadi teokrasi Yahudi? Ataukah negara kedaulatan demokratis? Namun terlihat kaum ultra-ortodok berada di jalan untuk memenangkan pertempuran prinsip tersebut. Lagi pula dasar utama ketika Yahudi pertama kali berbondong-bondong menuju 'tanah yang dijanjikan' adalah Taurat, yang berarti sumber utama agama mereka.
Meski minoritas, hanya 10 persen populasi, angka kelahiran dari keluarga ultra ortodok hampir tiga kali lipat ketimbang Yahudi sekuler. Jika itu berlanjut maka Heredim akan berkontribusi kepada sepertiga populasi kurang dalam 50 tahun.
Perlu dicatat, seperempat dari lulusan sarjana Yahudi adalah ultra-ortodok. Mereka juga mengisi 40 persen anggota parlemen di koalisi pemerintahan. Sejumlah 40 persen juga terdaftar dalam tentara dan perwira baru unit tempur Israel. Komposisi itu memberi mereka proporsi pengaruh besar yang bisa digunakan kapan saja.
Kini di angkatan darat, jumlah wanita yang ditugaskan dalam unit dengan tentara ultra-ortodok kian menurun. Beberapa bulan lalu, kandidat perwira yang religius meninggalkan pesta di mana ada wanita menyanyi seraya berkata itu bisa mengotori pikiran. Seorang rabi berpengaruh kemudian berkata, bahwa ia lebih memilih bergabung bersama skuad yang terlibat baku tembak ketimbang mendengarkan seorang wanita menyanyi.
Sejak saat itu, anggota parlemen, jendral dan para rabi mencoba menyelesaikan masalah 'wanita menyanyi. Kepala rabi Israel akhirnya mengeluarkan opini keagamaan sejumlah delapan halaman di mana ia berargumen, bahwa militer seharusnya melarang wanita menyanyi ketika ada pelajar atau tentara religius di antara mereka. Seorang anggota parlemen dari "Partai Sephardic Torah Guardians' atau Shas, mengajukan permintaan agar tentara yang religius diberi penyumbat telinga ke depan nanti.
Shas saat ini dipimpin oleh Rabi Ovadia Josef, berusia 91 tahun yang dikenal setiap kali menggarisbawahi perintahnya dengan tamparan di wajah. Putranya, juga seorang rabi, dengan serius meyakini bahwa wanita tidak seharusnya diizinkan mengemudi. Ovadia Josef bukanlah orang luar, ia adalah salah satu pria berpengaruh kuat dengan kekuasaan di Israel. Partainya selalu menjadi bagian hampir seluruh jenis pemerintahan dalam dua dekade terakhir, termasuk pemerintahan saat ini. Bahkan perdana menteri pun menunduk padanya ketika mereka menanyakan persetujuannya terhadap keputusan yang melibatkan perang atau perdamaian. (bersambung)