REPUBLIKA.CO.ID, YERUSALEM - Israel boleh sangat membenci Iran, namun dalam banyak hal, negara Yahudi ini memiliki banyak kemiripan dengan negeri para Mullah ketimbang Eropa. Ini adalah negara di mana tak ada pernikahan sipil dan mutlak hanya para rabi yang memimpin pernikahan atau perceraian.
Israel juga negara di mana anak-anak ultra-ortodok di usia sekolah tidak belajar matematika dan juga Bahasa Inggris, negara di mana setiap taman kanak-kanak dan setiap batalion militer memiliki satu orang rabi. Dalam negara itu pula, menteri infrastruktur yang ingin menempatkan pembangkit listrik harus meminta petunjuk atau pengawasan rabi sehingga listrik bisa sejalan dengan hukum kemurnian agama.
Semua ini telah berjalan selama berdekade. Namun kini radikal ortodok mulai bertambah dan menguasai posisi-posisi kunci. Karena itu mereka bisa menerapkan stempel ke mayoritas sekuler.
Salah satu contoh kehidupan Yahudi ultra-ortodok, seperti yang dijalani Joelisch Kraus, 38 tahun. Kraus adalah salah satu grup pembenci-Israel. Ia tinggal di Me'ah She'arim, di tengah Yerusalem, namun ia hidup dalam masyarakat seperti abad ke-19.
Ia tak pernah menonton televisi, tak memiliki kartu identitas dan berbicara hanya dalam bahasa Yiddish. Ia hanya menggunakan bus yang tak dioperasikan perusahaan transportasi milik pemerintah, Egged.
Sampah menjadi satu masalah bagi Kraus, namun ia telah memecahkan dengan melemparkan ke tempat sampah milik tetangganya. Semuanya membuat ia tak bergantung dari pemerintah dan pemerintah juga terlepas dari dia.
Secara perlahan ia meremehkan dan menghapus peran pemerintah dengan menolak berpartisipasi dalam masyarakat. Ia meyakini itulah yang seharusnya. Ia beranggapan Yahudi tak seharusnya menghuni dan memimpin 'Tanah Suci' sebelum Tuhan mengirim Messiah.
Pada dini hari, Kraus baru pulang dari pelajaran Taurat. Anaknya melompat ke pangkuanya dan menarik bajunya. Istrinya sedang menyapu apartemen dengan sapu besar. Mereka memiliki 13 anak. Tujuh dari mereka tidur di tempat tidur orangtuanya, dua di sofa dekat jendela dan sisanya di lantai.
Melempari Bus dengan Batu
Apa kewajiban wanita? Kraus terlihat berpikir sejenak dan sedikit bingung, "Well, ia harus berada di rumah dan melakukan semua yang harus dilakukan, seperti melahirkan anak, membesarkan mereka dan mencuci pakaian dan perabotan. Itu peran mereka," ujarya. "Itu saja."
Berdasar pandangan itu, Kraus menentang era modern, agar wanita tak menginginkan pendidikan dan pekerjaan suatu hari, yang hanya akan menciptakan ketidakseimbangan dalam ultra-ortodok.
Bila anda penggemar komik Asterik, cara palig mudah menggambarkan Me'ah She'arim saat ini ialah lokasi itu mirip desa Galia, yang mempertahankan diri terhadap Romawi. Pemerintah dan sekuler mewakili Romawi. Saat perayaan keagamaan, Kraus dan rekan-rekan sesama Yahudi ultra-ortodok, membagi diri di jalan menjadi dua sesuai gender.
Mereka melempari bus-bus tanpa pemisah gender yang melewati Me'ah She'arim hingga akhirnya Egged menutup layanan rute di lingkungan itu lebih dari satu tahun lalu. Kini bus-bus milik pemerintah itu kembali beroperasi, namun dengan pengawalan polisi.
"Yahudi yang tak religius telah lama hilang dari Yerusalem. Mereka mungkin memiliki walikota sekuler, namun hanya bisa membayangkan untuk memimpin di sini," ujar Kraus tertawa. Ia sangat hafal dengan statistik kelahiran di Yerusalem dan paham betul waktu berpihak padanya. "Kami yang memerintah Yerusalem," ujarnya.