Jumat 13 Apr 2012 23:39 WIB

Kunjungi Myanmar, Cameron Usahakan Cabut Sanksi Uni Eropa

Rep: Lingga Permesti/ Red: Chairul Akhmad
Perdana Menteri Inggris, David Cameron.
Foto: AP
Perdana Menteri Inggris, David Cameron.

REPUBLIKA.CO.ID, BURMA – Perdana Menteri Inggris, David Cameron, tiba di Myanmar, Jumat (13/4). Kunjungan tersebut adalah yang pertama oleh seorang pemimpin negara Barat dalam beberapa dekade.

Cameron datang sebagai wakil negara untuk bisnis dan mencari pengaruh di negara yang telah lama terisolasi itu.

Cameron bertemu dengan  Presiden Thein Sein di Naypyidaw dan diharapkan bertemu dengan pemimpin oposisi, Aung San Suu Kyi, di Yangon.

Kunjungan Cameron menandakan pencairan hubungan atara negara-negara Barat dengan pemerintah Myanmar. Myanmar adalah bekas koloni Inggris telah bertahun-tahun menjalani sanksi Barat atas pelanggaran hak asasi manusia (HAM) setelah kemerdekaan pada tahun 1948.

Cameron mengatakan, pemerintah Myanmar sekarang berkomitmen melakukan reformasi dan suatu kewajiban bagi negara lain untuk mendukung langkah Myanmar. Namun, ia juga menyatakan kewaspadaannya agar kondisi yang kondusif akhir-akhir ini bukan hanya ilusi.

"Negara ini benar-benar penting. Selama beberapa dekade mereka telah menderita di bawah kediktatoran. Burma juga menderita karena kemiskinan. Tidak harus seperti ini," katanya.

Cameron juga memuji pemimpin Aung San Suu Kyi sebagai contoh yang bersinar bagi orang yang merindukan kebebasan, demokrasi, dan kemajuan. Suu Kyi terpilih menjadi anggota parlemen Myanmar setelah puluhan tahun sebagai tahanan rezim militer negara itu. Ia juga menawarkan bantuan dalam proses transformasi di Myanmar.

Pemerintah baru Myanmar telah membebaskan ratusan tahanan politik dan memperkenalkan gelombang reformasi termasuk melonggarkan kontrol terhadap media. Hal ini memungkinkan kemudahan akses serikat buruh, pembicaraan dengan pemberontak etnik minoritas dan perubahan ekonomi semakin mudah dilakukan.

Selain itu,  Cameron kemungkinan akan mendorong sebuah pengurangan sanksi dari Uni Eropa terhadap Myanmar. "Jika Burma bergerak menuju demokrasi, maka kita harus menanggapinya dengan baik. Kita jangan lamban mengikuti proses demokrasi tersebut," kata Cameron yang sebelumnya mengunjungi Indonesia.

sumber : AP
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement