Sabtu 21 Apr 2012 14:06 WIB

Junta Guinea Bissau: Intervensi Asing akan Kami Lawan

Jendral Ibrahim Camara, Komandan AU Guineau Bissau berpatroli di Bandara
Foto: nation.co.ke
Jendral Ibrahim Camara, Komandan AU Guineau Bissau berpatroli di Bandara

REPUBLIKA.CO.ID, BISSAU - Junta Guinea-Bissau berikrar akan mempertahankan diri jika pasukan asing melakukan intervensi di negara nya. Sementara masyarakat internasional mengecam pemerintahannya sebagai "ilegal" dalam, peralihan dua tahun.

"Guinea -Bissau tidak akan menerima intervensi pasukan asing karena situasi tidak memerlukannya. Jika satu pasukan asing dikirim, negara akan mempertahankan integritas wilayahnya," kata Letkol Daba Na Walna kepada wartawan.

"Tidak masalah jika kehadiran pasukan intervensi disetujui pihak-pihak yang berperang," katanya.

Krisis itu akan dibahas dalam dua pertemuan terpisah Masyarakat Ekonomi Negara-Negara Afrika Barat (ECOWAS) pekan depan, satu di Conakry pada Senin dan satu lagi di Abidjan Kamis yang juga akan membicarakan krisis di Mali.

ECOWAS kaget oleh satu kesepakatan antara junta dan oposisi bagi kembalinya negara itu pada kekuasaan sipil dan mengatakan pihaknya tidak akan pernah menyetujui pemerintah peralihan.

Namun, perjanjian itu tampaknya kacau karena orang yang diangkat memimpin pemerintah transisi itu, yakni kandidat presiden gagal, Manuel Serifo Nhamadjo, mengatakan ia tidak diajak berkonsultasi tentang jabatan itu. Tapi, ia tak menolak penunjukkan tersebut.

Menlu yang disingkirkan, Mamadu Saliu Djalo ,meminta Dewan Keamanan PBB mengirim satu misi stabilisasi yang mendapat mandat PBB ke bekas koloni Portugal tersebut. Di negara itu tentara menggulingkan pemerintah dalam pertengahan satu proses pemilu 12 April.

ECOWAS yang beranggotakan 15 negara itu dan Masyarakat Negara Berbahasa Portugis mempertimbangkan bagi pengiriman pasukan intervensi ke negara yang berpeduduk 1.6 juta jiwa itu.

Dalam kunjungan ke Angola, Jumat ketua Komisi Eropa Jose Manuel Barroso menyerukan masyarakat internasional membantu menghentikan krisis itu. Menlu Portugal Paulo Portas mengusulkan larangan visa dan pembekuan asset terhadap junta dan para pendukung politiknya.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement