Jumat 15 Jun 2012 01:12 WIB

Militer Mesir Bebas Tangkapi Warga Sipil

Rep: Lingga Permesti/ Red: Dewi Mardiani
Sudut Kota Kairo yang dipasangi poster calon presiden Mesir.
Foto: AP
Sudut Kota Kairo yang dipasangi poster calon presiden Mesir.

REPUBLIKA.CO.ID, KAIRO -- Militer dan intelijen Mesir dapat menahan warga sipil yang dicurigai melakukan berbagai kejahatan, Rabu (13/6).   "Departemen kehakiman memungkinkan perwira dan bintara dari polisi militer dan intelijen militer menggunakan kekuasannya untuk menahan secara hukum warga non-militer yang terlibat dalam kegiatan kriminal," kata kementerian dalam pernyataannya yang dilansir Reuters, Kamis (14/6).

Keputusan itu memulihkan kekuasaan hukum darurat yang telah berakhir dua pekan lalu. Hal ini memungkinkan tindakan keras terhadap apa yang dianggap sebagai perlawanan kepada pihak berwenang, menghentikan lalu lintas, merusak bangunan, dan merugikan keamanan pemerintah secara internal maupun eksternal. Keputusan ini juga sebagai upaya untuk mencegah kerusuhan setelah pemilu.

Militer sepertinya mempersiapkan kemungkinan reaksi negatif terhadap putusan pengadilan. Kendaraan lapis baja dan tank disiagakan di gedung Mahkamah Konstitusi. Sementara para pengunjuk rasa menuju gedung Konstitusi untuk mengantisipasi putusan.

Keputusan ini akan tetap berlaku setidaknya sampai penyusunan konstitusi baru. Pembentukan konstitusi diperkirakan akan memakan waktu minimal enam bulan. Seorang pejabat keamanan yang tidak disebut namanya mengatakan keputusan itu dirancang supaya tentara dapat leluasa menahan orang. Pemilihan presiden diselenggarakan pada 16-17 Juni.

Kelompok-kelompok hak asasi manusia menganggap keputusan itu sebagai langkah berbahaya dan membuktikan bahwa SCAF kembali berusaha memperpanjang kekuasaan. "Saya sangat khawatir. Ini menunjukkan bahwa kami akan terus dalam penegakan hukum militer," kata Heba Morayef dari Human Rights Watch.

"Saya sangat khawatir. Ini menunjukkan bahwa kami akan terus dalam penegakan hukum militer," kata Heba Morayef dari Human Rights Watch. Sementara Mohamed Zaree dari Institut Kairo untuk Studi Hak Asasi Manusia menilai keputusan ini sangat berbahaya.

Salah satu anggota parlemen menjelaskan langkan itu mengulang kembali kediktatoran Mubarak. Keputusan ini juga merupakan salah satu alat utama pemerintahan untuk menghancurkan perbedaan pendapat. Sementara anggota parlemen dari kubu liberal, Amr Hamzawy, menilai keputusan dapat mengancam supremasi hukum.  

Pemerintah saat ini, dipimpin oleh Perdana Menteri Kamal al-Ganzouri. Ia diangkat oleh dewan militer pada bulan November. 

Sementara itu, pengadilan Mesir sedang mempertimbangkan akan mendiskualifikasi salah satu calon presiden. Warga Mesir akan memilih pada Sabtu ini, namun mereka menunggu putusan Mahkamah Agung Konstitusi untuk mensahkan atau tidak pelarangan perdana menteri era Hosni Mubarak, Ahmed Shafiq melaju ke putaran kedua. Pengadilan juga akan meninjau legalitas aturan pemilihan anggota parlemen.

sumber : Reuters

Seberapa tertarik Kamu untuk membeli mobil listrik?

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement