Selasa 14 Aug 2012 21:07 WIB

Diskriminasi Bikin Muslim Rohingya Menderita

Rep: Bambang Noroyono/ Red: Karta Raharja Ucu
 Masyarakat muslim Rohingya yang melarikan diri dari Myanmar berkumpul di kamp penjaga perbatasan Bangladesh di Taknaf,Bangladesh,Jumat (22/6).  (Saurabh Das/AP)
Masyarakat muslim Rohingya yang melarikan diri dari Myanmar berkumpul di kamp penjaga perbatasan Bangladesh di Taknaf,Bangladesh,Jumat (22/6). (Saurabh Das/AP)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Presiden Organisasi Nasional Rohingya Arakan, Nurul Islam menjelaskan pernah ada suatu konsensus pada 1978 untuk mengakhiri tindakan diskriminatif terhadap semua etnis di Myanmar, Muslim Rohingya termasuk di dalamnya. Perjanjian itu bermanfaat sampai 1991. Namun, situasi yang tak terduga membuat Rohingya kembali terjajah.

Nurul mengatakan situasi ini telah membuat Rohingya hidup dalam banyak penderitaan. Banyak dari mereka yang putus asa dan mencari suaka ke negara lain seperti Bangladesh dan negara Asia Tenggara. Lainnya, kata dia, nekat bertahan dengan konsekuensi disparitas sosial yang begitu kental.

Saat ditanya apakah masih ada harapan bagi Muslim Rohingya Myanmar? Nurul menjawab tidak tahu jika tanpa ada yang bersedia membantu. Harapan tinggi digantungkannya kepada ASEAN, dan Indonesia. "Saya senang JK (Jusuf Kalla) mendatangi Sittwe, dan melihat bagaimana kondisi kami," kata dia.

Staf Khusus Palang Merah Indonesia (PMI) Hussain Abdullah, yang sedang berada di Kamp Sittwe Myanmar, menyampaikan 60 ribu etnis Muslim Rohingya masih bertahan di tenda pengungsian. Pengungsi, kata dia, meragukan pengamanan pemerintah untuk melindungi para pengungsi. "Mereka belum berani untuk pulang," kata Hussain.

Hussain mengatakan saat ini di Kamp Sittwe bukan hanya membutuhkan bantuan pangan. Namun juga sangat membutuhkan tenaga bangunan yang dapat merancang pemukiman yang sehat.

Selain itu akses masuk perbantuan juga cukup sulit, sehingga dapat memperlambat perbantuan. Untuk itu, kata dia, dengan melakukan sinerji dengan pemerintah setempat, rencananya 8 September mendatang, Ketua Umum PMI, Jusuf Kalla akan kembali mendatangi Presiden U Thein Sein untuk menandatangani perjanjian perbantuan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement