REPUBLIKA.CO.ID, LONDON -- Perdana Menteri Inggris, David Cameron, pada Rabu (23/10) berkomitmen untuk menggalang dukungan komunitas internasional guna menekan Myanmar untuk memenuhi tuntutan Aung San Suu Kyi soal reformasi yang lebih luas di negara itu.
Suu Kyi mengatakan amandemen konstitusi yang merupakan sisa dari rezim militer sebelumnya diperlukan, termasuk sejumlah aturan yang akan menghambatnya menjadi presiden setelah 2015 karena klausul tentang larangan mencalonkan diri bagi mereka yang suami atau anaknya berkebangsaan asing. Dua anak laki-laki Suu Kyi adalah warga negara Inggris, sama seperti ayahnya Michael Aris.
Berbicara di Downing Street saat menyambut Suu Kyi di kediaman pribadinya, Cameron mengatakan Inggris akan menekan Myanmar agar mau melakukan perubahan. "Sangat salah jika pemilu digelar dengan konstitusi yang mengucilkan satu orang, terutama tokoh demokrasi di Burma," kata Cameron, seperti dilansir AFP yang dikutip Kamis (24/10).
"Menurut saya, hal itu sama saja dengan tanpa pemilu atau pemilu berjalan dengan tidak demokratis, maka dari itu konstitusi harus diubah seperlunya," kata Cameron. Dia menambahkan akan melakukan segala hal yang diperlukan untuk menggalang dukungan internasional dan mengirimkan pesan sejelas mungkin kepada pemerintah Myanmar bahwa perubahan harus dilakukan.
Dalam kunjungan keduanya ke Inggris setelah dibebaskan dari tahanan rumah, Suu Kyi mengatakan bahwa meskipun ada kemajuan dalam beberapa hal, reformasi masih harus dilakukan di Myanmar. "Isu pentingnya saat ini adalah mengamandemen konstitusi," kata Suu Kyi.
Suu Kyi menilai perubahan konstitusi tersebut harus dilakukan jika proses demokratisasi ingin berkelanjutan. "Kita harus mengamandemen konstitusi sehingga menjadikannya demokratis, dengan jaminan bahwa masa depan masyarakat Myanmar akan berakar pada institusi demokratis yang nyata," katanya.
Suu Kyi tiba di Inggris pada Rabu setelah mendapat penghargaan HAM bergengsi Sakharov di Strasbourg pada Selasa. Dia dijadwalkan berkunjung ke Irlandia Utara pada Kamis guna melakukan studi tentang proses perdamaian di sana.
Suu Kyi menghabiskan 15 tahun waktunya sebagai tahanan rumah di bawah pemerintah militer Myanmar, sebelum dibebaskan setelah pemilu yang menuai kontroversi pada 2010. Tokoh demokrasi itu kini merupakan anggota parlemen oposisi setelah reformasi bergulir di bawah rezim quasi-sipil menjabat pada 2011.