Rabu 01 Jan 2014 18:52 WIB

Hamas Batalkan Perayaan Ultah ke-26

Rep: Gita Amanda/ Red: Nidia Zuraya
Para pendukung Hamas
Foto: britanica.com
Para pendukung Hamas

REPUBLIKA.CO.ID, JALUR GAZA -- Pada 9 Desember 26 tahun lalu, tujuh pemipin Ikhwaul Muslimin Gaza yang dikepalai oleh almarhum heikh Ahmad Yasin, memutuskan mengubah organisasi itu menjadi gerakan perlawanan Islam bernama Harakat al-Muqawama al-Islamiyya (Hamas). Sehari setelah intifadhah, mereka merasa sudah tiba waktunya melakukan perlawanan lebih pada pendudukan Israel.

Gagasan 'perlawanan' menjadi penanda utama Hamas. Awalnya, klaim Hamas untuk membawa perlawanan baru di Palestina diragukan. Terutama oleh faksi-faksi Palestina lain khususnya Fatah, yang telah memimpin perlawan terhadap pendudukan Israel sejak 1960.

Namun, dengan ditandatanganinya Perjanjian Oslo tahun 1993, dimana PLO mengecam terorisme dan berjanji mematuhi strategi perdamaian untuk mencapai aspirasi nasional Palestina, membuat perlawanan Hamas kontras berdiri.

Bab kontroversial mengenai serangan bunuh diri yang dibuka Hamas pada 1994, harus dibayar mahal Palestina. Hal itu meningkatkan paradigma keamanan dalam argumen Israel.

 

Namun keterampilan militer Hamas cukup mengesankan. Penculikan seorang tentara Israel dan menjaganya selama bertahun-tahun dari mata tajam intelijen Israel, berhasil menukarnya dengan ratusan tahanan Palestina. Hal ini memicu pujian dari Palestina. Selama ini, performa militer Israel terhadap Gaza, khususnya di tahun 2008-2009, mengecewakan banyak pendukung Hamas.

Setahun lalu, Hamas dapat menghirup sedikit udara segar setelah Ikhwanul Muslimin Mesir berhasil memegang kemudi pemerintahan. Ini mengakhiri hubungan buruk Mesir di era Mubarak dengan Hamas, dan tahun-tahun panjang blokade Jalur Gaza.

Sayang di ulang tahunnya yang ke-26 tampaknya, Hamas harus menemukan hal buruk lagi dalam gerakan. Awalnya, Hamas akan menggelar perayaan hari jadi organisasi tersebut. Namun kondisi Palestina yang semakin bergulat dengan kesengsaraan ekonomi, membuat Hamas membatalkan rencana perayaan itu.

Hamas mengatakan tak pantas menggelar perayaan, padahal Palestina tengah menghadapi tantangan ekonomi. "Keputusan membatalkan reli adalah pesan solidaritas yang mengakui keadaan sulit tengah dialami orang-orang di Gaza," kata pejabat Hamas Ashraf Abu Zayed, seperti dikutip kantor berita AP.

Sejak penggulingan Presiden Mesir Muhammad Mursi, 1,7 juta warga Palestina kembali menghadapi kesulitan. Sejak kudeta, terowongan yang kerap dijadikan jalur menyelundupkan bahan makanan kembali dirusak.

Ditambah lagi pembatasan yang dilakukan Israel terhadap Gaza. Mesir juga mengintensifkan tindakan di perbatasan yang menyebabkan pemadaman listrik, kekurangan bahan bakar dan lainnya.

Menurut PBB, pengangguran terus meningkat sejak terowongan ditutup. Hampir setengah populasi Gaza selama ini menerima bantuan makanan dari terowongan itu.

sumber : Aljazeera

Seberapa tertarik Kamu untuk membeli mobil listrik?

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement