Kamis 17 Apr 2014 19:15 WIB

Perang Dingin, Pertumpahan Darah di Ukraina Dikhawatirkan Meningkat

Rep: Alicia Saqina/ Red: Bilal Ramadhan
Demonstran antipemerintah Ukraina melemparkan ban menghadapi polisi antikerusuhan di Independence Square, Kiev, Rabu (19/2).
Foto: Reuters/Vasily Fedosenko
Demonstran antipemerintah Ukraina melemparkan ban menghadapi polisi antikerusuhan di Independence Square, Kiev, Rabu (19/2).

REPUBLIKA.CO.ID, MARIUPOL– Pembicaraan internasional terkait upaya penyelesaian krisis di wilayah timur Ukraina dimulai hari ini, di Jenewa, Swiss. Namun seiring dimulainya upaya dialog demi meredakan krisis, kekhawatiran akan meningkatnya pertumpahan darah di wilayah timur Ukraina itu malah semakin besar.

Bagaimana tidak, dikutip dari Reuters, Kamis (17/4), kelompok separatis pro Rusia menyerang basis Pertahanan Nasional Ukraina di Kota Mariupol, Rabu (16/4) malam. Akibat peristiwa, pemerintah Kiev mengatakan, tiga anggota milisi Rusia pun tewas dalam bentrokan yang terjadi dengan pasukan tentara Ukraina itu.

Sementara, saat ini, diplomat-diplomat Barat, Ukraina, dan Rusia telah tiba di Swiss untuk melangsungkan pembicaraan darurat itu. Atas hal tersebut, sejumlah pihak pun memandang baik, akan ada harapan dan kemajuan dalam penyelesaian krisis Ukraina yang berkepanjangan itu.

Bentrokan yang pecah di pelabuhan Mariupol Rabu malam itu terjadi, sebagai salah satu bentuk operasi pertahanan Ukraina, demi merebut kembali wilayahnya yang diduduki kelompok bersenjata pendukung Rusia. Menteri Dalam Negeri Ukraina Arsen Avakov mengatakan, dalam penyerangan itu, kelompok separatis bersenjata berjumlah sekitar 300 orang. Mereka menyerang markas Pertahanan Nasional Ukraina.

Penyerangan separatis dilakukan dengan senjata dan bom bensin. Akibatnya, tiga anggota separatis dinyatakan tewas dan 13 lainnya mengalami luka-luka. ‘’Mengingat begitu agresifnya sifat serangan di pangkalan (militer Ukraina), seluruh jajaran kementerian dalam negeri telah diperkuat oleh pasukan khusus Omega. Helikopter pun telah dikirimkan,’’ ujar Avakov.

Sebelumnya, pasukan pendukung Rusia telah mengambil kontrol atas sejumlah gedung administrasi pemerintah di 10 kota, di wilayah timur Ukraina. Pemerintah Ukraina yang berpusat di Kiev itu pun pada Senin (14/4) lalu mulai menjalankan operasi anti-terorisnya, guna menyerukan pasukan separatis Rusia itu agar menurunkan senjatanya dan meninggalkan wilayah Ukraina.

Atas invasi yang dilakukan Rusia, negara-negara Eropa dan Amerika Serikat pun akan mengancam Rusia dengan sanksi yang lebih besar, jika pertemuan darurat di Jenewa itu tak membuahkan penurunan konflik di Ukraina.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement