REPUBLIKA.CO.ID, JENEWA-- Sebuah perjanjian mengejutkan dicapai pada Kamis (17/4), antara Rusia dan Ukraina serta sekutunya. Langkah-langkah tentatif dicapai untuk menghentikan kekerasan dan ketegangan di sepanjang perbatasan kedua negara.
Perjanjian ditengahi oleh Barat, namun tak memberi panduan jangka panjang untuk masa depan Ukraina. Tapi kesepakatan meringankan tekanan internasional pada Moskow dari negara-negara Uni Eropa. Kesepakatan dicapai setelah tujuh jam negosiasi.
Perjanjian mengharuskan semua pihak, untuk menahan diri dari kekerasan, intimidasi atau tindakan provokatif. Kesepakatan juga meminta pelucutan senjata oleh kelompok bersenjata ilegal, dan meminta separatis pro-Rusia membebaskan bangunan yang disita.
Perjanjian juga menyatakan, rencana Kiev untuk mereformasi konstitusi. Selain itu perjanjian juga meminta, transfer kekuasaan dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah harus bersifat inklusif, transparan dan akuntabel. Kesepakatan juga memberi amnesti pada para demonstran yang mengajukan tuntutan. Kecuali mereka yang dinyatakan terbukti melakukan tindak kejahatan.
Negosiasi datang setelah episode paling berdarah dalam bentrokan antara pemberontak di timur dan pemerintah yang didukung Barat. Bentrokan di timur pelabuhan Ukraina Rabu (16/4) malam, menewaskan tiga orang demonstran pro-Rusia. Serangan ke basis pasukan pertahanan nasional Ukraina juga menyebabkan 13 orang terluka.
Sementara itu, kesepakatan yang dicapai di Jenewa menyatakan Organisasi Keamanan dan Kerjasama Uni Eropa (OSCE) akan membantu pemerintah Ukraina dan masyarakat setempat mematuhi persyaratan. Menteri Luar Negeri Rusia Sergey Lavrov mengatakan, misi OSCE harus memainkan peran utama demi kemajuan.
Lavrov mengatakan, kesepakatan merupakan hasil dari kompromi kedua belah pihak. Setelah sebelumnya mereka menolak berbicara selama berminggu-minggu. Pembicaraan bertujuan mengintensifkan krisis dan mengurangi ketegangan Timur-Barat.
"Paling penting adalah bahwa semua peserta mengakui kenyataan bahwa Ukraina harus mengasumsikan kepemimpinan dan penyelesaian krisis dalam segala aspek," kata Lavrov seperti dikutip AP, Jumat (18/4).
Ia mengulangi pernyataan Moskow, yang menyatakan tak berniat melakukan intervensi militer di Ukraina. Rusia berjanji menahan diri untuk tak melakukan tindakan provokatif, yang dapat memperuncing ketegangan kedua negara. Namun kesepakatan dicapai di tengah skeptisisme Presiden Amerika Serikat Barack Obama, yang ragu akan kesungguhan Rusia.
"Saya tak berpikir kita bisa yakin dengan apa pun saat ini," kata Obama setelah pertemuan Menlu AS John Kerry, Menlu Rusia Lavrov, dan diplomat Ukraina serta Eropa di Jenewa.
Kerry menyebut, perjanjian berjalan baik. Tapi ia juga mengantisipasi pernyataan Obama beberapa jam kemudian. Ia menekankan, jika Rusia tak memenuhi janjinya Barat akan menerapkan sanksi baru seperti yang direncanakan di awal.
Dalam sambutannya pada konferensi pers di Jenewa, Kerry mengatakan perjanjian ini penting diterjemahkan langsung ke dalam tindakan. Menurutnya tak satu pun dari peserta pembicaraan hanya menyepakati sesuatu di atas kertas, tanpa tindakan nyata.
Sementara Menteri Luar Negeri Ukraina Andrii Deshchytsia mengatakan, perjanjian layaknya tes bagi Rusia. Ini untuk menunjukkan, bahwa Rusia benar-benar bersedia memberi kestabilan di kawasan ini.AS dan Uni Eropa bersiap memperluas daftar pejabat larangan perjalanan bagi pejabat Rusia dan Ukraina, jika pembicaraan Kamis tak mengalami pergerakan.
Mereka bahkan mengancam akan memberi sanksi lebih di sektor energi dan perbankan Moskow. Uni Eropa selama ini merupakan mitra dagang terbesar Rusia, untuk minyak dan gas. Dalam surat yang dikeluarkan Kamis, Presiden Uni Eropa Jose Manuel Barroso mengatakan pada Presiden Rusia Vladimir Putin bahwa Rusia akan mempertaruhkan reputasinya sebagai pemasok gas Ukraina.
Sebelumnya Moskow mengancam mengakhiri pasokan gas ke Ukraina, dan memaksa Kiev untuk membayar utang.Kementerian Dalam Negeri Ukraina mengatakan, sekitar 300 orang di Mariupol siap bertempur dengan membawa senjata canggih. Mereka terlibat dalam upaya merebut kantor-kantor pemerintah di timur Ukraina. Ukraina juga mulai melakukan pemeriksaan ketat bagi warga Rusia, yang ingin memasuki negara itu.