Selasa 06 May 2014 16:39 WIB

Bentrok dengan Militan Pro-Rusia, Tentara Ukraina Tewas

Rep: Dessy Suciati Saputri/ Red: Bilal Ramadhan
 Milisi pro-Rusia bersenjata lengkap berjaga di jalan raya di kota Lugansk, Ukraina, Selasa (29/4).
Foto: EPA/Zurab Kurtsikidze
Milisi pro-Rusia bersenjata lengkap berjaga di jalan raya di kota Lugansk, Ukraina, Selasa (29/4).

REPUBLIKA.CO.ID, SLOVIANSK -- Kisruh antara pasukan pemerintah yang tengah melancarkan operasi anti-teror terhadap para pemberontak di Ukraina Timur yang pro-Rusia kini semakin mencekam. Dalam insiden terakhir, empat pasukan militer Ukraina telah tewas serta 30 pasukan lainnya terluka.

Selain itu, sebuah helikopter militer Ukraina juga telah ditembak jatuh oleh pejuang pendukung Rusia. Dalam pernyataannya, Militer Ukraina membenarkan penembakan helikopter militernya di dekat Sloviansk. Dilansir dari BBC, dalam insiden ini dilaporkan terjadi sejumlah kerusakan. Sementara itu, para militan telah mundur menuju pusat kota dan kini telah kembali tenang.

Menteri Dalam Negeri Ukraina Arsen Avakov menyalahkan para militan yang telah menyergap para pasukan pemerintahan di daerah perbatasan Sloviansk pada Minggu pagi. Lanjutnya, ia pun menyalahkan para separatis yang menggunakan senjata berat dalam insiden ini.

Ia mengatakan para awak pesawat dapat selamat karena helikopter yang ditembak jatuh ke dalam sungai. Insiden penembakan helikopter ini merupakan peristiwa ketiga kalinya dalam beberapa hari ini. Tak hanya Ukraina yang menyebutkan pasukannya telah tewas, kelompok separatis pendukung Rusia pun juga mengklaim sejumlah pasukannya turut menjadi korban jiwa.

"Pemerintah Ukraina mengerahkan lebih banyak pasukan disini. Bagi kami, mereka bukanlah militer, tetapi fasis," kata walikota Slaviansk Vyacheslav Ponomarev seperti dilansir dari Reuters.

Diana (15), warga yang tinggal di dekat Slaviansk, mengaku melihat tank-tank Ukraina yang menembak mobil para pemberontak. "Ayah saya terluka di kepala terkena serpihan kaca. Sangat menakutkan. Sekarang tak ada tempat untuk tinggal. Semuanya pecah, televisi kami, komputer kami, mereka juga menembaki mobil kami," katanya.

Di tempat terpisah, Menteri Luar Negeri Rusia menyerukan Kiev untuk menghentikan aksi tumpah darah di wilayah tersebut serta menarik pasukannya dan melakukan negosiasi. Selain itu, pihaknya juga mempublikasikan laporan yang setebal 80 halaman terkait pelanggaran hak asasi manusia di Ukraina selama enam bulan ini.

Rusia telah berkali-kali menyalahkan pemerintahan Kiev dan negara sekutunya di Barat atas kekisruhan di Ukraina ini. Sebaliknya, Kiev dan Barat menuduh pihak Rusia berada di balik kisruh yang dilakukan para pemberontak pendukung Rusia.

Pada Ahad, Perdana Menteri Ukraina Arseniy Yatsenyuk menyebut Rusia berupaya untuk memecah belah Ukraina. Pernyataannya ini disampaikan dua hari setelah puluhan orang tewas dalam kekerasan di Odessa.

Sementara itu, Menteri Luar Negeri Jerman Frank-Walter Steinmeir mengkhawatirkan tak ada satupun pihak yang dapat mengendalikan pasukannya. "Saya yakin kami tengah berusaha menghadapi situasi ini. Namun, terdapat sejumlah kelompok di Ukraina timur yang tidak mendengarkan Kiev dan Moscow," katanya.

Sedangkan, menurut Komandan tinggi militer NATO, Jenderal Philip Breedlove, pasukan regular Rusia tidak akan memasuki wilayah Ukraina timur. Ia pun mengatakan Moscow bisa mendapatkan keinginannya melalui cara lain.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement