REPUBLIKA.CO.ID, MOSKOW -- Rusia menegaskan ulang sikapnya terkait penarikan mundur pasukan di perbatasan Ukraina. Namun, Moskow menyayangkan dengan sikap Ukraina yang mensiagakan 15.000 personel militer di wilayahnya.
"Guna menghindari provokasi lebih jauh, kami mundur dari perbatasan, bahkan unit taktis yang telah berada di sana untuk tujuan pelatihan," kata Wakil Menteri Pertahanan Rusia Anatoly Antonov kepada wartawan seperti dilansir Xianhua, Kamis (8/5).
Antonov sebaliknya menilai penempatan pasukan oleh Ukraina justru tidak akan meredakan ketegangan di Ukraina "Tindakan semacam itu tidak memfasilitasi upaya damai," kata dia.
Pernyataan ini merupakan kelanjutan dari apa yang dipaparkan Presiden Rusia, Vladimir Putin. Tapi Pentagon dan Gedung Putih tidak melihat keseriusan ucapan Rusia.
Secara terpisah, Menteri Pertahanan Rusia Sergei Shoigu memberitahu Putin bahwa pasukan strategis nuklir Rusia siap-tempur secara permanen dan kemampuan mereka terus ditingkatkan sejalan dengan rencana itu. Rusia berencana pula meningkatkan 85 persen senjata nuklir strategisnya sampai 2020. Pemerintah di Moskow telah mengalokasikan 20 triliun ruble (sebanyak 600 miliar dolar AS) bagi program besar persenjataan.
Di Ukraina Timur, para pemimpin pasukan pro-Rusia memutuskan untuk melanjutkan rencana mereka guna menyelenggarakan referendum 11 Mei mengenai kemerdekaan wilayah itu, meskipun ada seruan Moskow agar mereka menundanya.