REPUBLIKA.CO.ID, MOSKOW -- Rusia menghormati hasil referendum di Lugansk dan Donestk, Ukraina. Sikap ini berbanding terbalik dengan Kiev, yang tidak mengakui referendum tersebut.
"Kami telah memperhatikan banyaknya pemberi suara yang datang, kendati ada upaya untuk menggelincirkan referendum tersebut. Dan kami mengutuk paksaan yang dilakukan, termasuk penggunaan perangkat keras militer, terhadap warga sipil, yang mengakibatkan jatuhnya korban jiwa," kata juru bicara Kremlin seperti dilansir Xinhua, Selasa (13/5).
Warga lokal di Donetsk dan Lugansk memberi suara mereka pada Ahad dalam referendum yang bertujuan mengupayakan kemerdekaan dari Ukraina.
Sementara itu, Penjabat Presiden Ukraina Olexandr Tuchynov mengatakan referendum tersebut lelucon propagandis. "Saat pelaku teror memenuhi syarat untuk memberi suara, takkan memiliki konsekuensi hukum kecuali tanggung jawab pidana bagi para penyelenggaranya," kata Turchynov sebagaimana dikutip kantor pers parlemen Kiev.
Meskipun penyelenggara referendum mengatakan jumlah pemberi suara lebih dari 70 persen, Turchynov menyatakan hanya 24 persen warga memenuhi syarat sebagai pemberi suara di Wilayah Lugansk dan sebanyak 32 persen di Wilayah Donetsk telah mendatangi tempat pemungutan suara.
Turchynov menggambarkan perkembangan baru-baru ini di bagian timur negerinya sebagai "rencana Rusia dengan tujuan merusak kestabilan situasi di Ukraina, mengganggu bagi pemilihan presiden dan menjatuhkan Pemerintah Ukraina".
Pada Ahad, referendum diselenggarakan di kedua wilayah Ukraina Timur mengenai status masa depan mereka.
Menurut hasil awal, sebanyak 89,07 persen pemberi suara di Wilayah Donetsk mendukung kemerdekaan dari Pemerintah di Kiev.
Hasil dari wilayah Lugansk belum diumumkan, tapi penyelenggara referendum mengatakan sebanyak 94 persen warga memberi suara buat kedaulatan wilayah itu.