Ahad 08 Jun 2014 15:49 WIB

Ukraina: Crimea Tanah Kami

Rep: Lida Puspaningtyas/ Red: Agung Sasongko
Presiden terpilih Ukraina, Petro Poroshenko ketika menerima Wakil Presiden AS, Joseph Biden.
Foto: AP
Presiden terpilih Ukraina, Petro Poroshenko ketika menerima Wakil Presiden AS, Joseph Biden.

REPUBLIKA.CO.ID,  KIEV – Presiden baru Ukraina, Petro Poroshenko menantang Rusia dalam pidato pertamanya sebagai orang nomor satu di negara eks Soviet tersebut. Poroshenko dilantik pada Sabtu (7/6) di hadapan petinggi negeri dan internasional. Gelaran tersebut dihadiri oleh Wakil Presiden AS Joe Biden, Presiden Lithuania Dalia Grybauskaite, dan pejabat senior Uni Eropa.

Dalam pidato pelantikannya, Poroshenko mengatakan tidak akan menyerahkan Crimea begitu saja. Miliader coklat berusia 48 tahun ini mengatakan ia akan menjalin hubungan lebih erat dengan Eropa. Bertentangan dengan prinsip presiden Ukraina sebelumnya, Viktor Yanukovich yang lebih memihak Rusia.

‘’Warga Ukraina tidak akan pernah menikmati perdamaian kecuali kita menyelesaikan hubungan dengan Rusia. Crimea tetap lah tanah Ukraina,’’ kata Poroshenko yang langsung disambut tepuk tangan hadirin di parlemen, dikutip Reuters.

Poroshenko mengaku telah menyampaikan hal tersebut pada Presiden Rusia Vladimir Putin. Keduanya bertemu pada Jumat di upacara peringatan Perang Dunia II yang berlangsung di Prancis. Hal tersebut, menurutnya, disambut positif oleh Moskow.

Kantor berita Rusia melaporkan Putin telah memerintahkan Dinas Keamanan Federal memperkuat perlindungan perbatasan Rusia dengan Ukraina, demi mencegah orang menyeberang secara ilegal. Selain orang, hal ini juga signifikan menghentikan aliran senjata dari Rusia ke Ukraina timur.

Poroshenko yang merupakan seorang pengusaha ini menyatakan maksudnya menandatangani kesepakatan ekonomi dengan Uni Eropa sebagai langkah menuju keanggotaan penuh. Ide itu dibenci Moskow yang menginginkan Ukraina tetap berada dalam naungan Soviet bersamanya.

Dengan suara lantang, Poroshenko mengatakan Ukraina harus bersatu dan mengakhiri konflik. Ia mengatakan Ukraina tidak akan menjadi negara pengecut. ‘’Tidak akan ada diskusi tentang Crimea juga tentang sistem pemerintahan,’’ kata pengusaha yang terkenal dengan julukan raja coklat ini.

Sejak terpilihnya ia dalam pilpres 25 Mei lalu, Poroshenko menggencarkan operasi pemerintah terhadap separatis di timur Ukraina. Hal itu disambut pro Rusia dengan perang dan pertentangan. Poroshenko bahkan menawarkan pejuang pulang ke Rusia.

Ia berjanji untuk mengunjungi Ukraina timur dan menjamin hak-hak warga di sana untuk bebas. Termasuk memberlakukan desentralisasi kekuasaan dan menggunakan bahasa Rusia. Ia akan memberikan kewenangan untuk mereka menjalankan urusannya sendiri.

Namun hal itu dicemooh separatis. ‘’Apa yang mereka (pemerintah Kiev) inginkan adalah pelucutan senjata sepihak dan bagi kami itu adalah menyerah. Itu tidak akan terjadi pada Republik Rakyat Donetsk,’’ kata seorang pejabat separatis, Fyodor Berezin. Berezin mengatakan Poroshenko hanya ingin menaklukan mereka.

Sebenarnya, pemberontakan bukan satu-satunya tantangan yang dihadapi Poroshenko. Ia mewarisi negeri yang diambang kebangkrutan. Ukraina dinilai sebagai salah satu negara paling korup di Eropa. Kiev juga bermasalah dalam hal pasokan energi dari Rusia.

Kementerian Luar Negeri Rusia, dalam komentar pertamanya setelah Poroshenko pelantikan, mengakui Poroshenko dengan posisi barunya. Namun Kementerian tidak berkomentar lebih jauh tentang pidato yang memojokan negaranya tersebut.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement