Selasa 24 Jun 2014 01:14 WIB

UE Putuskan Hubungan Resmi, Junta Thailand Kecewa

Rep: Dessy S Saputri/ Red: Erik Purnama Putra
Tentara wanita Thailand.
Foto: Reuters
Tentara wanita Thailand.

REPUBLIKA.CO.ID, BANGKOK – Junta militer Thailand menyatakan rasa kecewanya terhadap keputusan Uni Eropa yang menghentikan semua kunjungan resminya ke negeri Gajah Putih tersebut. Uni Eropa pun juga menangguhkan penandatanganan kerjasama dengan Thailand.

 

Junta yang dikenal sebagai Dewan Nasional Perdamaian dan Ketertiban (NCPO), telah membatasi kebebasan sipil dengan melarang adanya protes, menangkap para demonstran, menyensor media, dan menahan ratusan pengkritis sejak militer melakukan kudetanya.

“Kami tidak marah, tapi kami kecewa dan menyesalkan keputusan Uni Eropa,” kata juru bicara junta, Werachon Sukondhapatipa, seperti dilansir dari Channel News Asia.

Lanjutnya, pihak Eropa tidak memahami situasi di Thailand atau pembelaan pihak militer yang mengambilalih kekuasaan. Kepala militer Prayuth Chan-ocha mengatakan ia terpaksa berkuasa setelah hampir tujuh bulan demonstrasi antipemerintah berlangsung dan menewaskan 28 orang serta melukai ratusan orang lainnya.

“Kami hanya meminta waktu. Kami meminta rekan internasional untuk sedikit bersabar,” kata Werachon. “Kami akan mengembalikan demokrasi, pemilu juga akan digelar. Kami mendesak Uni Eropa untuk mempertimbangkan kembali situasinya,” katanya menegaskan.

Pada Senin, Menteri Luar Negeri Uni Eropa mengecam kudeta militer dan menyetujui adanya sejumlah langkah hukuman untuk mengembalikan pemerintahan demokrasi. Dalam pernyataannya, para menteri menghentikan kunjungan resminya ke Thailand serta menangguhkan penandatanganan dan kerjasama dengan Bangkok.

Sementara itu, pihak oposisi rezim militer menuduh junta menggunakan kerusuhan di Thailand sebagai dalih untuk merebut kekuasaan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement