Kamis 10 Jul 2014 21:26 WIB

Menteri Kurdi Irak Boikot Pertemuan Kabinet

Kekerasan melanda Irak. (ilustrasi)
Foto: Reuters/Essam Al-Sudani
Kekerasan melanda Irak. (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, BAGHDAD-- Menteri Kurdi Irak memboikot pertemuan kabinet pada Kamis, guna memprotes pernyataan yang sebelumnya dikeluarkan oleh Perdana Menteri Nuri Al-Maliki, yang menuduh Wilayah Kurdi menjadi "pangkalan aksi teror", kata seorang pejabat Kurdi.

"Kami menolak pernyataan provokatif semacam itu oleh Al-Maliki, yang dipandang sebagai ancaman, intimidasi dan permusuhan terhadap sebagian rakyat Irak," kata Wakil Perdana Menteri Roz Nuri Shawez pada satu taklimat di Ibu Kota Irak, Baghdad.

Pernyataan semacam itu, lanjutnya, dimaksudkan untuk menyembunyikan kegagalan keamanan dengan menuduh orang lain, dan kami mengumumkan kami memboikot pertemuan kabinet sebagai protes terhadap sikap dan tindakan semacam itu, sebagaimana dikutip Xinhua --yang dipantau Antara.

Al-Maliki mengeluarkan pernyataan yang kontroversial pada Rabu (9/7), tindakan yang oleh banyak orang dipandang sebagai menimbulkan perpecahan suku dan aliran di negara yang menghadapi aksi perlawanan kaum fanatik di tengah militer yang tak tertata dengan baik.

"Kami takkan pernah berdiam diri bahwa Arbil menjadi pangkalan operasi Daash (kata dalam Bahasa Rab buat Negara Islam di Irak dan Suriah --atau ISIS), Baath, Al Qaida dan pelaku teror," kata Al-Maliki di dalam pidatonya.

Al-Maliki menyeru Pemerintah Arbil, Ibu Kota Wilayah Semi-Otonomi Kurdistan, agar menghentikan kegiatan politikus oposisi dan tokoh politik kelompok gerilyawan Sunni. Selama bertahun-tahun, Perdana Menteri Syiah Irak itu telah terlibat pertengkaran dengan orang Kurdi, dan hubungan antara pemerintah pusat di Baghdad dan Pemerintah Kurdistan bertambah buruk setelah gerilyawan Sunni merebut kekuasaan atas beberapa provinsi yang berdampingan dengan Wilayah Kurdi.

Sebelumnya, pemimpin regional Masoud Barzani mengatakan pasukan keamanan Kurdi, yang dikenal dengan nama Peshmerga, mengambil-alih daerah sengketa di Irak Utara ssetelah pasukan keamanan Irak melarikan diri dan meninggalkan posisi mereka sebelum aksi perlawanan meningkat.

Daerah sengketa tersebut adalah wilayah dengan penghuni campuran suku Kurdi, Arab dan Turkmenistan, serta suku lain. Suku Kurdi telah mengeluarkan pernyataan mengenai bermacam daerah sengketa di Irak Utara, termasuk Provinsi penghasil minyak, Kirkuk, dan daerah lain seperti Nineveh, Salahudin dan Diyala.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement